Senin, 03 Desember 2012

SEBAIK-BAIK TEMAN DUDUK


Ada suatu ungkapan dalam bahasa Arab "KHAIRUL JALIISI AL KITAAB" yang bermakna sebaik-baik teman duduk adalah buku. Di dalam ungkapan yang lain pun ada yang mengatakan buku adalah jendela dunia.   

Dua ungkapan ini ada benarnya. Ketika seseorang pergi ke suatu tempat, apakah dia keluar negeri atau luar kota. Terkadang kendaraan yang dia pakai adalah pesawat, kereta api, bis kota, kapal laut, atau memakai kendaraan pribadi.

Kepergiannya bisa sendiri atau bersama-sama, baik dengan keluarga, teman kerja, handai taulan atau yang lainnya. Ketika seseorang pergi sendiri tanpa seorang temanpun yang menemani, terkadang untuk mengisi kekosongannya atau menunggu antrian tiket. Atau menunggu pesawat, kereta api, kapal laut datang, seseorang hanya terbengong-bengong atau melamun saja.

Orang yang cerdik nan pandai pasti akan memanfaatkan waktu luang untuk mengambil teman duduknya. Teman duduk yang terbaik adalah membaca. Oleh karenanya, persiapan ketika keberangkatan sungguh sangat penting dilakukan. Bukan hanya biaya transportasi saja yang dipersiapkan (itu memang yang terpenting), tetapi jangan lupa ajak beberapa teman duduk setia untuk menemani kita kemanapun kita pergi.

Seorang muslim pasti akan mempersiapkan masa-masa kepergiannya dengan membiasakan diri membaca. Banyak kita perhatikan di setiap kendaraan umum, apakah di bis kota, bis antar propinsi, kereta api dan yang lainnya, para penumpang hanya berdiam diri dengan cara melamun, atau mengobrol antara satu dengan yang lainnya dari sejak naik kendaraan sampai turun, atau malah tidur dengan nyenyaknya. 

Jarang sekali kita temukan di saat-saat seperti itu dimanfaatkan untuk membaca. Hanya terlihat satu atau dua orang saja. Hal ini sangat bertolak belakang dengan keadaan di negara-negara tetangga seperti Singapura yang minat baca masyarakatnya begitu tinggi mencapai angka 55% dan Jepang mencapai angka 45%.

Di Jepang sendiri, menurut pengalaman orang yang pergi ke sana, ketika memasuki Densha (kereta listrik) jangan terpana melihatnya, karena sebagian besar penumpangnya, baik anak-anak atau orang dewasa sedang membaca buku atau koran.

Lalu berapa prosentase minat baca masyarakat Indonesia?

Ternyata, Indonesia hanya memiliki 0,01%. Artinya apa? Artinya dalam 10.000 orang hanya 1 orang saja yang memiliki minat baca. Dan menurut badan PBB, UNESCO, Indonesia menempati urutan terendah di ASEAN. Bahkan sejak tahun 2008, negara kita telah kalah dari negara Vietnam dalam hal minat baca masyarakatnya. Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia ikut menempatkan posisi Indonesia di rangking 124 dari 148 negara di dunia, dalam hal penilaian indeks pembangunan manusia. 

Pertanyaannya, mengapa kita kalah dalam budaya baca dengan masyarakat Singapura dan Jepang? 

Yang perlu dipahami bahwa budaya baca itu sebenarnya sudah dicanangkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pada 14 abad yang lalu, bahkan sejak beliau diangkat menjadi seorang Rasul dan menjadi wahyu yang pertama yang turun kepada beliau.

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al 'Alaq: 1-5).

Ayat yang mulia di atas begitu jelas memaparkan kepada kita tentang pentingnya membaca. Bahkan dalam ayat itu Allah memulai dengan perintahnya, "Bacalah". Perintah seperti ini dalam kaidah ilmu Nahwu disebut dengan Fiil 'Amr. Dan setiap perintah hukumnya adalah wajib.

Ya, wajib membaca. Kita wajib membaca, baik apa yang tersurat maupun yang tersirat. 

Dalam ayat keempat di atas Allah mengatakan,"Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam." Apa itu kalam? Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Wallaahu a'lam.

Jadi dengan membaca, ada pengajaran. Banyak ilmu yang kita dapatkan. Seolah-olah dunia ada di tangan kita. Inilah kesesuaian ungkapan "Buku adalah Jendela Dunia."

Namun seorang muslim haruslah selektif dalam memilih bahan bacaannya. Tidak sembarang mengambil apa saja yang penting buku atau majalah terkenal. Tidak, tidak seperti itu. Ingat banyak sekali buku-buku atau majalah yang beredar di negeri ini yang bisa menyesatkan seseorang. Salah satunya dapat menyesatkan aqidah (keyakinan). 

Buku-buku serta majalah-majalah yang menyesatkan telah beredar luas, sungguh sangat banyak jumlahnya, ada buku atau majalah yang beridiologi komunis, sosialis, liberal, tasawuf, filsafat, dan sebagainya.

Buku-buku seperti ini harus dijauhkan sejauh-jauhnya, terlebih lagi terhadap orang-orang awam dan pemuda/i Islam yang sedang berkembang jiwanya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah mengingatkan tentang masalah berteman ini.

"Agama seseorang tergantung agama temannya, perhatikanlah dengan siapa dia berteman." (al Hadits).

Membaca buku sebagai teman duduk dengan buku-buku yang berbahaya, maka akan sangat membahayakan si pembacanya.

Karenanya, cari teman duduk yang terbaik, dengan cara memilih buku-buku yang terbaik yang bisa menghantarkan kita menuju petunjuk Allah Jalla wa 'Alaa. Membaca adalah salah satu jalan mendapatkan ilmu. Dan yang terbaik dalam mendapatkan ilmu adalah dengan cara mendatangi langsung majlis-majlis ilmu yang bermanhaj salaf yang  banyak tersebar di wilayah nusantara ini.

Selamat membaca! Jadikan buku sebagai teman duduk yang terbaik!

al-ghurfah adh-dhoyyiqah, 20 Muharram 1434 H. Pkl. 13.25 WIB

BAHAGIANYA SEORANG GURU NGAJI


Anda seorang guru ngaji? Anda mungkin tinggal di pedesaan. Bahkan Anda mungkin tinggal di desa terpencil? Andakah guru ngaji yang tidak pernah digaji tetap? Atau Anda mendapatkan bayaran dari mengajar ngaji dengan cara mendapatkan sembako, buah-buahan atau hasil tani dan perkebunan lainnya?

Kalau Anda orangnya, tetaplah bersabar dan tetaplah ikhlas dalam mengajarkan al Qur'an kepada anak-anak yang menjadi calon-calon pemimpin yang amanah di masa yang akan datang. Jika keadaan ini tetap Anda pertahankan, maka Anda akan memperoleh kebahagiaan sepanjang hidup Anda, insya Allah.

KEBAHAGIAAN itu bukan dengan banyaknya harta. Kebahagiaan itu bukan dengan banyaknya rumah, kendaraan. Namun kebahagiaan itu dapat diperoleh dengan cara mengajarkan ilmu agama kepada orang lain. Terlebih lagi mengajarkan al Qur'an sebagai sumber dari segala sumber. Sebagai Way of life (jalan kehidupan) manusia.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Telah aku tinggalkan dua perkara yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya, maka kalian tidak akan pernah sesat selama-lamanya, yakni Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya." (al Hadits).

Mengajarkan al Qur'an merupakan tugas mulia di sisi Allah Azza wa Jalla, bahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutnya dengan sebaik-baik manusia.

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al Qur'an dan yang mengajarkannya." (HR. Bukhari)

Renungkan! Ketika seseorang mengajarkan al Qur'an kepada yang lain, dapat dikatakan dia belajar al Qur'an dari nol, artinya belum bisa sama sekali. Setelah itu, alhamdulillah Allah berikan kepadanya kemudahan, sehingga mampu membaca al Qur'an dengan tartil (sesuai dengan kaidah ilmu tajwid). Sang guru yang mengajarkannya tidak menjadi sia-sia amalannya, tetapi di sisi Allah menjadi amalan yang terus mengalir pahalanya walaupun telah meninggal dunia.

Bukankah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda!

"Apabila manusia telah meninggal, maka terputuslah amalnya, kecuali tiga perkara: shadaqah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan doa anak yang shaleh yang mendo'akan." (HR. Muslim).

Contoh yang lain. Seorang guru ngaji/TPA/RA mengajarkan hafalan al Qur'an, misalnya menghapal surat al Fatihah. Guru mengajarkannya dengan makhraj dan sifat huruf yang benar dengan diikuti oleh peserta didik/santri. Alhamdulillah dengan pengulangan dan pengulangan beberapa kali, akhirnya si santri ini menjadi hafal dan mahir di dalam membacanya. 

Nah, kemahiran si santri terus terbawa hingga mukallaf (orang yang sudah terbebani kewajiban-kewajiban syari'at seperti shalat, shaum, haji dan sebagainya). Dan dia selalu membacanya dalam shalat. Sang ustadz yang mengajarkan sewaktu si santri kecil sampai bisa akan mendapatkan limpahan pahala dari Allah dengan sebab pengajarannya tersebut. Baik ketika hidup, terlebih-lebih lagi ketika sang ustadz meninggal dunia. Subhanallah.

Karenanya, janganlah putus asa! Janganlah bersedih! Tetaplah mengajar! Dan bagi yang belum mengajar, luangkan waktu untuk mengajar dinul Islam serta al Qur'an (dengan catatan sudah memahami apa yang akan diajarkan) di sela-sela kesibukan kita dalam mencari nafkah untuk keluarga. Insya Allah, kebahagiaan akan kita peroleh, baik di dunia maupun di akhirat.


Jakarta al Gharbiyyah, 20 Muharram 1434 H / 3 Desember 2012. Pkl. 22.15 wib.

DAKWAH DENGAN TULISAN


Banyak cara yang ditempuh oleh ummat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dalam mendakwahkan sesama manusia. Ada yang berdakwah dengan lisan ada pula dengan tulisan. Tetapi banyak ulama yang menggabungkan keduanya, yakni lisan dan tulisan.

Hasil karya ulama-ulama terdahulu dalam bentuk tulisan dapat kita nikmati dengan spesifikasi keilmuan mereka, baik di bidang aqidah, hadits, ulumul hadits, fiqh, ushul fiqh, tsaqofah islamiyyah, dan sebagainya. Semua menjadi warisan yang tidak ternilai harganya.

Kitab-kitab mereka menjadi acuan atau referensi dalam proses belajar dan mengajar, baik di ma'had-ma'had, pondok-pondok pesantren, universitas, bahkan di tingkat yang paling dasar semisal pada kajian-kajian yang diadakan di masjid, mushalla, atau majelis ta'lim.

Di antara hasil tulisan tangan para ulama besar seperti Imam Malik dengan karya fenomenalnya AL MUWATHA' dan karya lainnya. Selanjutnya Imam Syafi'i salah satu karyanya kitab AL UUM yang menjadi rujukan mazhab Syafi'i, demikian pula beliau menulis dalam bidang ushul fiqh dan yang lainnya. Sementara Imam Ahmad dengan MUSNAD-nya yang berisi hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Sementara itu Imam Bukhari dan Muslim mencatatkan sejarah emas dalam bidang hadits, dengan menghasilkan karya terbesar sepanjang zaman dan belum ada yang bisa menandingi keduanya hingga sekarang. Dua karya besar itu adalah SHAHIH BUKHARI dan SHAHIH MUSLIM.

Belum lagi karya-karya besar lain dalam bidang hadits seperti karya Imam at- Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, dan Abu Dawud rahimahumullah ta'ala. 

Tak luput pula karya-karya Imam besar lainnya seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Berapa banyak karya beliau? inilah pendapat para ulama tentang karyanya:
  • Ibnu Syakir al Katbiy berkata: Karya Ibnu Taimiyah telah mencapai 300 jilid.
  • Imam adz-Dzahabi berkata: Karya beliau sampai saat ini telah mencapai 500 jilid.
  • Ibnu Rajab al Hambali berkata: Karya-karya beliau begitu banyak sehingga tidak ada satupun yang mengetahui jumlahnya (dinukil dari Sholahul Ummah fii Uluwwil Himmah, 4: 172-173).
Setelahnya karya-karya emas dari murid senior Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Qoyyim al Jauziyyah rahimahullah yang bernilai tinggi dengan susunan kalimat yang indah dengan mempergunakan sastra Arab yang tinggi pula. Itu dituangkan pada setiap karya-karya beliau dan jumlahnya yang begitu banyak.

Subhanallah, mereka para salaful ummah telah menghasilkan karya-karya emas dengan menggunakan pena-pena yang didapat tidak dengan mudah seperti sekarang. Terkadang mereka mendapatkannya dengan cara menjual baju-baju yang mereka pakai demi alat tulis yang mereka pergunakan untuk mencatat hadits-hadits yang didapat dari masyaikh mereka.

Ini patut menjadi contoh bagi generasi sekarang. Contoh dalam hal kegigihan mereka dalam belajar, mengajar, menulis, dan berdakwah. Padahal tingkat kesulitan mereka dalam perkara-perkara tersebut jauh lebih berat ketimbang masa-masa sekarang.

Sebagai contoh dalam perkara menulis. Menulis pada zaman dahulu tidak semudah zaman sekarang. Belum ada yang namanya mesin tik atau komputer. Mereka hanya mengandalkan tangan-tangan kreatif mereka disertai dengan keilmuan yang tinggi dengan dibantu dengan pena-pena yang sederhana. Tetapi hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Mereka mampu mengalahkan manusia-manusia pada zaman sekarang yang semuanya dapat dengan mudah memperoleh alat tulis dan juga dapat mengakses berbagai macam sumber ilmu pengetahuan melalui banyak media sebagai rujukan dalam menulis.

Hasil karya para ulama salaful ummah juga diperbanyak dengan peralatan yang sederhana bahkan belum ada yang namanya mesin cetak canggih seperti sekarang, tetapi, subhanallah, karya-karya mereka sampai ke tangan-tangan kita. Apa kuncinya keberhasilan mereka? Mereka ikhlas dalam segala perbuatan. Ikhlas dalam ibadah sampai ikhlas dalam menulis karya-karya ilmiyah.

Bagaimana dengan orang-orang sekarang? 

Ini merupakan tantangan bagi manusia-manusia yang hidup di zaman yang serba modern, era globalisasi, era informasi, era telekomunikasi dan era-era yang lainnya.

Melalui media di era ini, para ulama kontemporer dimudahkan Allah dalam menghasilkan karya-karya indah lagi bernilai tinggi dengan cara menulis melalui peralatan-peralatan canggih semisal komputer, baik off line maupun on line dan hasil karyanya dapat dinikmati manusia sedunia dalam waktu yang sangat singkat. Dan ummat ini bisa men-dowload langsung hasil karya ulama-ulama masa kini melalui situs-situs yang ada.

Semisal kita bisa membaca hasil karya ulama besar semisal Syaikh Bin Baz melalui www.ibnbaz.org.sa, Nashirudin al-Albani (www.alalbany.net), Muhammad al-Utsaimin (www.ibnothaimeen.com), Muqbil bin Hadi (www.muqbel.net), Masyhur Hasan Salman (www.mashhoor.net), Ali Hasan al-Halabi (www.alhalabi.com), dan ratusan situs-situs para ulama di abad ini.

Alhamdulillah tulisan yang dimunculkan melalui internet ini diikuti oleh para ulama setelahnya, para asatidz dan orang-orang yang konsen dalam dakwah melalui tulisan.

Karenanya, bagi para alim ulama dan orang yang berkompeten dalam spesifikasi ilmu yang dimiliki, mulailah dari sekarang menulis, menulis, dan menulis. Dakwahkan agama yang hak ini melalui media-media yang ada, baik melalui koran, majalah, buletin atau menulis langsung melalui website dan blog yang sangat variatif.

Semoga Allah menolong kita.