Minggu, 21 April 2013

PULANG KAMPUNG


Sudah menjadi tradisi di masyarakat Indonesia jika berkaitan dengan Idul Fitri, maka muncul budaya terkenal di negeri kita, apalagi kalau bukan Pulang kampung.

Alhamdulillah patut kita bersyukur, Allah menjadikan negeri kita, negeri yang memiliki ribuan pulau. Lebih dari 3600 pulau yang ada di negeri kita. Terpampang luas dari Sabang sampai Marauke.

Ketika Idul Fitri hampir tiba. Berbondong-bondong masyarakat kita yang termasuk sobat juga kali, menuju tempat-tempat antrian depo-depo bis luar kota, stasiun, terminal bis sampai pelabuhan. Bahkan tak sedikit yang mengantri sejak jam 2 malam dan baru mendapatkan tiket yang dicari pada jam 11 siang. Subhaanallah. Mereka rela berdesak-desakan untuk mendapatkannya.

Tetapi ada juga yang tidak mengantri seperti di stasiun atau terminal bis, yakni dengan menyewa kendaraan yang ada di rental-rental, tetapi juga, jangan harap dapat dapat sewaan kalau datangnya pada hari-H-nya.

Ketika ditanya kepada seorang saudara kita, "Pulang kampung tujuan apa sih mas?" Saya pulang tujuannya silaturahmi kepada orang tua, sanak famili dan handai taulan mas.

Lepas dari itu semua, banyak yang kita tidak menyadari bahaya yang terjadi pada peristiwa tahunan ini. berjubelnya jumlah penumpang  di dalam kereta-kereta yang ditumpangi sehingga memakan korban yang tidak sedikit.

Kalau dilihat secara nyata, pulang kampung adalah urusan dunia belaka. tidakkah kita berfikir ke depan kita kan mesti pulang kampung yang abadi. kampung akhirat.

Sudahkah kita memikirkan bekal yang akan kita bawa? Bekal sobat bukanlah bekal ketika pulang kampung dunia. Bekal kita adalah amal shaleh, bahkan Al Qur'an menyebutkan:

 " Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa". (QS: al Baqarah (2) ayat: 197).

Inilah kampung yang seharusnya lebih kita pentingkan. Karena ketika sobat pulang kampung dunia, sobat kan kembali lagi untuk mencari harta dunia, tetapi jika malaikat Maut memanggil sobat, maka sobat tak akan pernah kembali ke dunia lagi dan tidak bisa untuk beramal seperti ketika masih hidup.

Sepatutnya kita mampu menjawab pertanyaan berikut: Min aina, ilaa aina, ainal aana? (dari mana, mau ke mana, di mana sekarang?)

Dari mana kita? Sesungguhnya kita berasal dari Allah, menuju kemana kita? Kita menuju kepada Allah ( segala perilaku kita di dunia yang fana ini kelak akan diminta pertanggungjawab di Mahkamah Allah kelak ) dan sekarang kita berada dimana? Sekarang kita berada di alam dunia yang fana dan ingat kita tidak akan pernah hidup kekal di alam
ini.

Pikirkanlah!

Semoga kita menjadi orang-orang yang mendapatkan ridho Allah ketika pulang kampung yang abadi. Pulang untuk menghadap Allah, Sang pencitpta. Tentunya dengan membawa bekal yang terbaik berupa amalan-amalan shaleh. Amin.

______________

@yaumul Itsnain, 11/06/1434 H = 22 April 2013 M. Pkl. 13.47 WIB.

Kamis, 18 April 2013

SUNNAH YANG HILANG


ALAA SHALLUU FII BUYUUTIKUM


Pernahkah Anda mendengar kalimat di atas? Atau dengan kalimat yang lain: SHALLUU FIR RIHAAL  atau SHALLUU FII RIHAALIKUM.

Bagi kita, mungkin ketiga kalimat di atas amat asing di telinga kita. Terlebih lagi di tengah-tengah masyarakat yang jauh dari ibadah kepada Allah, khususnya ibadah shalat.

Ketiga kalimat di atas mengandung makna "Shalatlah di rumah-rumah kalian". Ketiganya adalah salah satu bentuk kalimat adzan yang disyari'atkan dalam Islam.

Ah, masa! seumur hidup kami, kami belum pernah mendengar kalimat-kalimat di atas diperdengarkan oleh seorang muadzin ketika adzan untuk menunaikan shalat fardhu.

Ya, itulah kenyataannya, bukan berarti apa yang belum pernah kita dengar, berarti tidak ada. Pernyataan ini bukanlah mengada-ada, tetapi ini adalah syariat.

Jika itu syariat, tentunya ada landasan dalil yang menguatkannya dong?

Ya, ada beberapa dalil yang menguatkan.

Pertama, dari Nafi’ dari Ibnu Umar


أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِى آخِرِ نِدَائِهِ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِى السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ.

Ibnu Umar pernah adzan untuk shalat di malam yang dingin, anginnya kencang dan hujan, kemudian dia mengatakan di akhir adzan, Alaa shollu fi rihaalikum, Alaa shollu fir rihaal’
[Shalatlah di rumah kalian, shalatlah di rumah kalian]’.

Kemudian beliau mengatakan,”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyuruh muadzin, apabila cuaca malam dingin dan berhujan ketika beliau safar untuk mengucapkan, ’Alaa shollu fi rihaalikum’ [Shalatlah di tempat kalian masing-masing]’. (HR. Muslim no. 1633 dan Abu Daud no. 1062)

Kedua, dari Nafi’, beliau menceritakan:


أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَذَّنَ بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ فَقَالَ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ ذَاتُ مَطَرٍ يَقُولُ « أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ ».

“Ibnu Umar pernah beradzan ketika shalat di waktu malam yang dingin dan berangin. Kemudian beliau mengatakan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [shalatlah di rumah kalian].
Kemudian beliau mengatakan,”Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mu’adzin ketika keadaan malam itu dingin dan berhujan, untuk mengucapkan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [hendaklah kalian shalat di rumah kalian].”(HR. Muslim no. 1632 dan Abu Daud no. 1063)

Ketiga, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berpesan mu’adzin pada saat hujan,


إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلاَ تَقُلْ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ قُلْ صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ
 
“Apabila engkau selesai mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ‘Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ‘Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian].


قَالَ : فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّى إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّى كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِى الطِّينِ وَالدَّحْضِ.
 
Masyarakat pun mengingkari perkataan Ibnu Abbas tersebut. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, “Apakah kalian merasa heran dengan hal ini, padahal hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). (HR. Muslim no. 1637 dan Abu Daud no. 1066).

Dari riwayat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa lafazh adzan tambahan ketika hujan sebagai berikut:

1. أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ ( Alaa sholluu fir rihaal’ artinya ‘Shalatlah kalian di rumah’)
2. أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ ( Alaa sholluu fi rihaalikum’ artinya ‘Shalat kalian di rumah kalian’)
3. صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ ( Sholluu fii buyutikum’ artinya ‘Sholatlah di rumah kalian’)

Tiga lafadz di atas tidak dibaca semuanya, namun dipilih salah satu.
Letak Lafadz tambahan ‘Shollu Fii Buyuthikum’ atau ‘Ala Shallu fir rihaal

Pertama, menggantikan lafadz ‘hayya ‘alas shalaah’, ini sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas di atas.

Kedua, diucapkan langsung setelah selesai adzan, sebagaimana yang dinyatakan dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Ketika menjelaskan hadis Ibnu Abbas, an-Nawawi mengatakan,

وفي حديث بن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ يَقُولَ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ فِي نَفْسِ الْأَذَانِ وَفِي حديث بن عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ وَالْأَمْرَانِ جَائِزَانِ نَصَّ عَلَيْهِمَا الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْأُمِّ فِي كِتَابِ الْأَذَانِ وَتَابَعَهُ جُمْهُورُ أَصْحَابِنَا فِي ذَلِكَ

“Dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, muadzin mengucapkan ’Alaa shollu fii rihalikum’ di tengah adzan. Sedangkan dalam hadits Ibnu Umar, beliau mengucapkan lafadz ini di akhir adzannya. Kedua cara seperti ini dibolehkan, sebagaimana ditegaskan Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitab al-Umm pada Bab Adzan, dan diikuti oleh mayoritas ulama madzhab kami (syafi’iyah). (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207)

Lebih lanjut, an-Nawawi menganjurkan agar dilakukan setelah adzan. Beliau mengatakan:


فَيَجُوزُ بَعْدَ الْأَذَانِ وَفِي أَثْنَائِهِ لِثُبُوتِ السُّنَّةِ فِيهِمَا لَكِنَّ قَوْلَهُ بَعْدَهُ أَحْسَنُ لِيَبْقَى نَظْمُ الْأَذَانِ عَلَى وَضْعِهِ

Lafadz ini boleh diucapkan setelah adzan maupun di tengah-tengah adzan, karena terdapat dalil untuk kedua bentuk adzan ini. Akan tetapi, sesudah adzan lebih baik, agar lafadz adzan yang biasa diucapkan, tetap ada. (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207).


_______________________

Sumber:

KonsultasiSyariah.com


 08 Jumadal Akhirah 1434 H / 19 April 2013 M. Pkl. 07. 00 WIB      

 

 

Rabu, 17 April 2013

ABU THALIB MATI DALAM KEADAAN KAFIR


Pada Jum'at yang lalu, tanggal 12 April 2013, seorang khatib dengan semangat yang menggebu-gebu menguraikan jenis-jenis kekufuran dalam khutbahnya. Namun ada satu perkataan khatib yang membuat hati ini merasa gundah, apa pasalnya? Sang khatib mengatakan  bahwa Abu Thalib (paman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam) termasuk yang mati dalam kekafiran, tidak sempat mengucapkan syahadat. Namun tidak sampai disitu ucapannya.

Setelah kematiannya, Rasulullah  menziarahi kuburnya, Nabi memohon kepada Allah agar dibukakan kuburnya Abu Thalib, maka terbukalah kubur tersebut, lalu muncullah Abu Thalib yang setelah itu  dapat mengucapkan dua kalimah Syahadat, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan Rasulullaah. 
 
Perkataan yang sungguh sangat aneh bukan?
 
Sungguh perkataan khatib ini membuat hati penulis kaget, sungguh berani sang khatib ini mengungkapkan suatu perkataan yang berbahaya bagi umat ini. Karena perkataan sang khatib ini adalah suatu pembenaran bahwa Abu Thalib masuk Islam, walaupun setelah kematiannya.
 
Kematian Abu Thalib sudah sangat jelas, dia mati dalam keadaan kafir dan ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Fakta berupa dalil-dalil al Qur'an dan As-Sunnah telah menyebutkan: 
 
“Dari Sa’id bin Musayyab, dari bapaknya (Musayyab bin Hazn), dia berkata: Tatkala (tanda) kematian datang kepada Abu Thalib, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Beliau mendapati Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah berada di dekatnya. Lalu beliau berkata: “Wahai pamanku, katakanlah Laa ilaaha illa Allah, sebuah kalimat yang aku akan berhujjah untukmu dengannya di sisi Allah!” Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah menimpali,”Apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?” Rasulullah  terus-menerus menawarkan itu kepadanya, dan keduanya juga mengulangi perkataan tersebut. Sehingga akhir perkataan yang diucapkan Abi Thalib kepada mereka, bahwa dia berada di atas agama Abdul Muththalib. Dia enggan mengatakan Laa ilaaha illa Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Demi Allah, aku akan memohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang darimu,” maka Allah menurunkan (ayat-Nya) “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik” –QS at Taubat/9 ayat 113- Dan Allah menurunkan (ayat-Nya) tentang Abu Thalib “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”. –QS al Qashash/28 ayat 56″. [HR. Al Bukhari, no. 4772; Muslim, no. 24]
 
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, waktu itu Abu Thalib menjawab dengan perkataan:
 
“Seandainya suku Quraisy tidak akan mencelaku, yaitu mereka akan mengatakan: “Sesungguhnya yang mendorongnya (Abu Thalib) mengatakan itu hanyalah kegelisahan (menghadapi kematian),” sungguh aku telah menyenangkanmu dengan kalimat itu”. [Hadits shahih riwayat Muslim, no. 25].
 
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata:
Dan di antara hikmah ar Rabb (Sang Penguasa, Allah) Ta’ala tidak memberi petunjuk kepada Abu Thalib menuju agama Islam, agar Dia menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa (petunjuk menuju Isalm) itu hanya hak Allah, Dia-lah Yang Berkuasa, siapa saja selain-Nya tidak berkuasa. Jika Nabi -yang merupakan makhluk-Nya yang paling utama- memiliki sesuatu (hak, kekuasaan) memberi hidayah hati, menghilangkan kesusahan-kesusahan, mengampuni dosa-dosa, menyelamatkan dari siksa, dan semacamnya, maka manusia yang paling berhak dan paling utama mendapatkannya adalah pamannya, yang dahulu melindunginya, menolongnya, dan membelanya. Maka Maha Suci (Allah) yang hikmah-Nya mengagumkan akal-akal (manusia), dan telah membimbing hamba-hambaNya menuju apa yang menunjukkan kepada mereka terhadap ma’rifah (pengenalan) dan tauhid (pengesaan) kepada-Nya, dan mengikhlas-akan serta memurnikan seluruh amal hanya untuk-Nya”.
        [Fathul Majid, Penerbit Dar Ibni Hazm, hlm. 191-192.]
 
 
 
Sumber:
 
Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M
 
 
______________
Jakarta al Gharbiyyah, 06/06/1434 H ---- 17 April 2013 M. Pkl. 14.14 WIB. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Senin, 15 April 2013

CARA PERPANJANG STNK PLUS GANTI PLAT NOMOR


Bismillaah, di bawah ini dijelaskan cara termudah memperpanjang STNK sekaligus ganti plat motor. Caranya amat mudah tidaklah seperti yang orang gambarkan, sulit dan berbelit-belit, padahal sungguh sangat mudah.

Berikut tips dan caranya:

1. Datangi kantor Samsat yang terletak di jalan Daan Mogot Cengkareng Jakarta Barat.
 
2. Setelah masuk gerbang kantor samsat, motor jalan lurus lalu belok kiri, posisi ada di sebelah kiri gerbang, parkirkan motor di area motor yang akan digesek nomor rangka dan mesin (jangan diparkirkan di tempat parkir!).
 
3. Ambil formulir dengan menyerahkan STNK warna coklat dengan memberitahukan keperluan kita, apakah perpanjang STNK saja, perpanjang STNK dengan ganti plat, mutasi atau yang lainnya, sementara STNK yang satunya kita simpan.
 
4. Setelah formulir diisi serahkan kembali kepada petugas dan petugas akan memberikan formulir tadi kepada kita dengan arahan kita diperintahkan menuju petugas yang akan menggesek nomor mesin & rangka motor kita. 
 
5. Selesai digesek no. mesin & rangka motor. Hasil gesekan ditempelkan di formulir isian tadi. Serahkan kembali formulir ke petugas, tunggu dipanggil dan petugas akan memberikan pengesahan bersamaan formulir tadi.
 
6. Setelah itu, langkah selanjutnya kita menuju lantai I gedung Samsat untuk ambil dan mengisi formulir yang baru. Selesai pengisian, tanda tangani formulir tersebut yang ada di balik formulir (cara pengisian dapat mencontoh seperti yang ada di meja pengisian Samsat).
 
7. Selanjutnya naik ke lantai II untuk antri mengambil no. antrian pembayaran STNK, Plat dst, tentunya setelah kita menyerahkan foto kopi STNK, BPKB, KTP masing-masing sebanyak 2 lembar kepada petugas disertai dengan yang aslinya. KTP asli akan ditahan sementara oleh petugas dan kita dapat no. antrian. 
 
8. Silahkan tunggu, nomor kita akan dipanggil dan kita akan diberikan kwitansi pembayaran (sebanyak 3 lembar, warna putih (asli), hijau dan merah (kopian).
 
9. Lalu kwitansi tadi kita serahkan kepada petugas dengan menyertakan uang sejumlah yang tertera di kwitansi tersebut
 
(catatan: bayarlah sesuai dengan biaya yang tertera di kwitansi, biasakan dengan uang pas).   
 
10. Selanjutnya kwitansi warna merah (kopian) kita serahkan di tempat pengambilan STNK yang baru dan silahkan tunggu di bangku antrian.
 
11. Berikutnya, setelah proses pembuatan STNK, nama kita akan dipanggil petugas dan kita akan mendapatkan 2 lembar STNK yang baru, berupa Surat Ketetapan Pajak daerah PKB/BBN-KB dan SWDKLLJ serta Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, sementara plat nomor dapat kita ambil di belakang gedung kantor samsat dengan cara kita menyerahkan kwuitansi warna putih atau hijau terlebih dahulu dan tak beberapa lama plat nomor kita telah jadi.

Mudah bukan!

BERAPA BIAYANYA?

Inilah biaya yang saya keluarkan:
 
  •  PKB                 Rp.  129.000,-
  •  SWDKLLJ             Rp.   35.000,-
  •  BIAYA ADM. STNK     Rp.   50.000,-
  •  BIAYA ADM. TNKB     Rp.   30.000,-
          TOTAL          Rp. 244.000,-
 
      Ditambah dengan biaya pembuatan plat nomor Rp. 5.000,-
 
 
Catatan : Biaya di atas adalah administrasi motor merk VEGA -R 4 D7 TAHUN RAKITAN 2008. Tentunya biaya akan berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung kepada jenis motor, tahun pembuatan, terlambat atau tidak dalam pembayarannya dan sebagainya.

Langkah-langkah diatas pada dasarnya sama di setiap kantor samsat, tidak hanya di kantor Samsat Jakarta Barat saja.

Dan akhirnya, biasakan membayar sesuatu dengan cara mengurus secara langsung, karena kita akan mengetahui dengan pasti prosedurnya dan tentunya biaya akan lebih ringan dibanding dengan mengurus melalui biro jasa.


Semoga cara mudah ini bermanfaat bagi kita semua.
 ___________________________


Yaumul Itsnain, 04/06/1434H / 15April 2013 M. Pkl. 21.35 WIB

Jumat, 12 April 2013

BAHAYA BUANG AIR KECIL SEMBARANGAN


Seorang anak laki-laki berlari keluar kelas, lalu tiba-tiba dia kencing sambil berdiri dengan santainya. Ketika ditanya, "Sudah kebelet," kilahnya.

Peristiwa seperti ini kerap kali terjadi di kalangan anak-anak pra sekolah. Bahkan kitapun pernah menemukan orang dewasa dengan santainya kencing di pinggir jalan, di bawah pohon, di dekat tembok dan di beberapa tempat lainnya tanpa dinding penghalang.

BAK (Buang Air Kecil) dan BAB (Buang Air Besar) harus diajarkan anak sejak dini. Ini merupakan pelajaran penting untuk anak. Ketika sang anak meminta paksa untuk BAK dan BAK sembarangan, maka orang tua harus segera mengarahkan dengan cara mengajak langsung menuju WC atau kamar mandi dan diberi pengajaran, inilah tempat yang benar untuk BAK dan BAB. Jika diajarkan sejak dini, insya Allah akan tertanam di hati sang anak dan akan membawa hal yang positif di kemudian hari ketika dia besar kelak.

BAK dan BAB sembarangan sepintas memang tidak berbahaya bagi si pelakunya, namun ditilik dari sudut kesopanan, maka ini dianggap tidak sopan. Terlebih lagi jika dilihat dari sudut pandang agama Islam. Perbuatan ini (BAK sembarangan dan tidak istinja/membersihkan diri dari najis, lagi di tempat terbuka) ancaman cukup besar, bahkan salah satu azab yang didahulukan di alam kubur.

Ibnu Abbas radiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Beliau lalu bersabda,"Dua orang penghuni kubur ini sedang disiksa. Keduanya disiksa lantaran perkara yang mereka anggap bukan dosa besar. Salah seorang di antara keduanya tidaklah bertabir ketika kencing. Sedangkan satunya lagi adalah orang yang suka mengadu domba."
(HR. Bukhari dalam al Wudhu (8), Muslim dalam ath Thaharah (111).

Subhaanallah, betapa besar ancaman dari Allah terhadap pelaku BAK sembarangan ini. Karenanya, hati-hatilah terhadap hal ini, tetaplah hidup bersih, tertib, serta tetaplah menjaga kesopanan dalam hal kebersihan diri, pakaian dari segala bentuk kotoran dan najis.

______________

Jakarta al Gharbiyyah, Ba'da Shalaatil Isyaa', Yaumus Sabt, 02/06/1434 H. Pkl. 18.40 WIB.

Kamis, 11 April 2013

PERSATUAN KAUM MUSLIMIN


Dalam sebuah taushiyahnya seorang ustadz mengatakan, "Bagaimana mau bersatu, sementara ketika diperintahkan  untuk merapatkan shaf (barisan) dalam shalat saja tidak mau."

Menarik untuk diperhatikan ungkapan sang ustadz ini. Benarlah apa yang dikatakannya. Sejatinya sering kita saksikan dalam pelaksanaan shalat berjama'ah, begitu lalainya mereka sehingga tidak memperhatikan kerapatan dan kelurusan shaf. Sementara perintah merapatkan dan meluruskan barisan sering kali diucapkan   Rasulullah ketika beliau memimpin shalat berjamaah, seperti perkataan beliau,

"Luruskan shaf-shaf kalian, karena kelurusan shaf-shaf itu termasuk kesempurnaan shalat." (HR. Ahmad dalam Musnad al Muktsirin (12348), Muslim dalam as Shalat (433).

"Wahai hamba Allah hendaklah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menimbulkan perselisihan di antara kalian" (HR. Bukhari dalam al Adzan (676), Muslim dalam as Shalat (436).

Keritera kerapatan dan kelurusan shalat digambarkan Nabi dengan cara merapatkan kaki dengan kaki, pundak dengan pundak.

Sebagian kaum muslimin yang berbicara tentang persatuan dan kesatuan kaum muslimin dengan cara menyatukan berbagai macam firqh yang ada dan tidak boleh saling kritik atau menjatuhkan. Potensi yang ada hendaklah dikembangkan, sementara pemahaman yang berbeda diantara firqah tersebut dibiarkan menurut keyakinan mereka.

Bahkan untuk menyatukan umat menurut sebagian mereka adalah dengan cara merayakan beberapa peringatan-peringatan seperti maulid Nabi, Isra' Mi'raj, Nuzulul Qur'an dan sebagainya.

Subhanallah suatu perkataan yang tidak berdasarkan dalil sama sekali. Bahkan hanya berdasarkan praduga dan logika semata.

Hendaklah kita memulai memupuk rasa persatuan itu dengan cara melaksanakan perintah Rasul dengan meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat dahulu. Karena dari pelaksanaan shalat berjamaah ini insya Allah akan terbentuk rasa persatuan dengan sesama kaum muslimin dalam satu masjid di dalam suatu wilayah tertentu.  

Mari kita mulai dari sekarang, insya Allah persatuan di antara sesama muslim akan segera terwujud.

______________________

Referensi:

1. Syaikh Abdul Ghani al Maqdisi. Umdatul Ahkam.


Yaumul Jum'ah, 01/06/1434 H - 12 April 2013 M. Pkl. 10.45 WIB

UCAPKANLAH DENGAN LEMBUT


Berdakwah adalah suatu perbuatan mulia dihadapan Allah Jalla wa 'Alaa, bahkan tidaka ada perkataan terbaik selain perkataan orang yang mengajak kepada jalan Allah. Namun dalam berdakwah sangat diperlukan cara dakwah yang sesuai dengan perilaku dakwah para Rasul terdahulu termasuk juga dakwahnya Rasul yang mulia, Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

Dakwah yang dimaksud adalah dakwah kepada sesama muslim atau kepada non-Muslim. Contoh jelasnya di antaranya dakwah para Rasul yang mulia seperti Nabi Musa dan Harun. serta Nabi Muhammad  shallallaahu 'alaihi wasallam. Di antara sifat dakwah mereka adalah bersifat lemah lembut, santun dan tidak berkata kasar kepada kaumnya (yang didakwahi).

1. Dakwah Nabi Musa dan Harun kepada Fir'aun.

Inilah perintah Allah kepada Musa dan Harun alaihimas salaam ketika mendakwahi Fir'aun la'natullaah 'alaihi.

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaahaa 43-44).


2. Dakwah Nabi  Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersifat keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imran: 159)

Berkata halus, lemah lembut dalam berdakwah akan menghasilkan manfaat sebagai berikut:

1. Mengingatkan orang yang didakwahi, mungkin saja mereka lupa terhadap peringatan yang ada atau menjadikan mereka takut terhadap ancaman Allah.

2. Akan mendekatkan orang yang didakwahi kepada kita yang mendakwahi, sebaliknya jika kita kasar dalam berdakwah maka orang-orang akan lari dari cara dakwah kita, walaupun telah direncanakan dengan cara yang dianggap terbaik. Wallaahu a'lam.

___________________

Yaumul Jum'ah, 01/06/1434 H - 12 April 2013 M. Pkl. 10.10 WIB.