Kamis, 23 Mei 2013

KEUTAMAAN 4 KALIMAT


Pada tulisan kali ini insya Allah akan diketengahkan fadhilah (keutamaan) empat kalimat dzikir. 4 kalimat yang dimaksud adalah Subhaanallaah, Alhamdulillaah, Laa ilaaha illallaah, Allaahu Akbar.

Keutamaan yang dimaksud adalah sebagaimana yang diperincikan dalam kitab yang ditulis oleh Syaikh Abdurrozzak bin Abdul Muhsin al 'Abbad al Badr hafizhahullah ta'alaa dengan judul: FADHAAIL AL KALIMAAT AL 'ARBA' .
 
Inilah keutamaan yang dimaksud berdasarkan dalil-dalil sunnah yang mulia:
 
1. Amalan yang paling dicintai Allah Jalla wa 'Alaa.
 
2. Amalan yang paling dicintai Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
 
3. Pahala yang besar bagi yang membacanya.
 
4. Penghapus dosa-dosa
 
5. Tanaman surga.
 
6. Orang yang paling utama di sisi Allah dengan memperbanyak ucapan takbir, tahmid, tahlil, dan takbir.
 
7. Allah memilih 4 kalimah ini dan memberikan pahala yang besar bagi yang membacanya.
 
8. Tameng dari api neraka.
 
9. 4 kalimah ini akan berada di sekitar Arsy-Nya Allah dan akan mengeluarkan suara dengan menyebutkan nama-nama orang yang pernah membacanya di dunia.
 
10. Kalimat yang sangat berat timbangannya di akhirat kelak.
 
11. Setiap kalimat yang diucapkan akan bernilai shadaqah.
 
12. Sebagai pengganti bacaan bagi orang yang tidak bisa baca Al Qur'an dalam shalatnya.
 
Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu mengamalkannya di setiap waktu hidup kita di alam dunia yang fana ini.  
 
 
_____________________
 
Lailatul Jum'ah, 14 Rajab 1434 H/23 Mei 2013 M. Pkl. 21.13 WIB.
 

Minggu, 21 April 2013

PULANG KAMPUNG


Sudah menjadi tradisi di masyarakat Indonesia jika berkaitan dengan Idul Fitri, maka muncul budaya terkenal di negeri kita, apalagi kalau bukan Pulang kampung.

Alhamdulillah patut kita bersyukur, Allah menjadikan negeri kita, negeri yang memiliki ribuan pulau. Lebih dari 3600 pulau yang ada di negeri kita. Terpampang luas dari Sabang sampai Marauke.

Ketika Idul Fitri hampir tiba. Berbondong-bondong masyarakat kita yang termasuk sobat juga kali, menuju tempat-tempat antrian depo-depo bis luar kota, stasiun, terminal bis sampai pelabuhan. Bahkan tak sedikit yang mengantri sejak jam 2 malam dan baru mendapatkan tiket yang dicari pada jam 11 siang. Subhaanallah. Mereka rela berdesak-desakan untuk mendapatkannya.

Tetapi ada juga yang tidak mengantri seperti di stasiun atau terminal bis, yakni dengan menyewa kendaraan yang ada di rental-rental, tetapi juga, jangan harap dapat dapat sewaan kalau datangnya pada hari-H-nya.

Ketika ditanya kepada seorang saudara kita, "Pulang kampung tujuan apa sih mas?" Saya pulang tujuannya silaturahmi kepada orang tua, sanak famili dan handai taulan mas.

Lepas dari itu semua, banyak yang kita tidak menyadari bahaya yang terjadi pada peristiwa tahunan ini. berjubelnya jumlah penumpang  di dalam kereta-kereta yang ditumpangi sehingga memakan korban yang tidak sedikit.

Kalau dilihat secara nyata, pulang kampung adalah urusan dunia belaka. tidakkah kita berfikir ke depan kita kan mesti pulang kampung yang abadi. kampung akhirat.

Sudahkah kita memikirkan bekal yang akan kita bawa? Bekal sobat bukanlah bekal ketika pulang kampung dunia. Bekal kita adalah amal shaleh, bahkan Al Qur'an menyebutkan:

 " Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa". (QS: al Baqarah (2) ayat: 197).

Inilah kampung yang seharusnya lebih kita pentingkan. Karena ketika sobat pulang kampung dunia, sobat kan kembali lagi untuk mencari harta dunia, tetapi jika malaikat Maut memanggil sobat, maka sobat tak akan pernah kembali ke dunia lagi dan tidak bisa untuk beramal seperti ketika masih hidup.

Sepatutnya kita mampu menjawab pertanyaan berikut: Min aina, ilaa aina, ainal aana? (dari mana, mau ke mana, di mana sekarang?)

Dari mana kita? Sesungguhnya kita berasal dari Allah, menuju kemana kita? Kita menuju kepada Allah ( segala perilaku kita di dunia yang fana ini kelak akan diminta pertanggungjawab di Mahkamah Allah kelak ) dan sekarang kita berada dimana? Sekarang kita berada di alam dunia yang fana dan ingat kita tidak akan pernah hidup kekal di alam
ini.

Pikirkanlah!

Semoga kita menjadi orang-orang yang mendapatkan ridho Allah ketika pulang kampung yang abadi. Pulang untuk menghadap Allah, Sang pencitpta. Tentunya dengan membawa bekal yang terbaik berupa amalan-amalan shaleh. Amin.

______________

@yaumul Itsnain, 11/06/1434 H = 22 April 2013 M. Pkl. 13.47 WIB.

Kamis, 18 April 2013

SUNNAH YANG HILANG


ALAA SHALLUU FII BUYUUTIKUM


Pernahkah Anda mendengar kalimat di atas? Atau dengan kalimat yang lain: SHALLUU FIR RIHAAL  atau SHALLUU FII RIHAALIKUM.

Bagi kita, mungkin ketiga kalimat di atas amat asing di telinga kita. Terlebih lagi di tengah-tengah masyarakat yang jauh dari ibadah kepada Allah, khususnya ibadah shalat.

Ketiga kalimat di atas mengandung makna "Shalatlah di rumah-rumah kalian". Ketiganya adalah salah satu bentuk kalimat adzan yang disyari'atkan dalam Islam.

Ah, masa! seumur hidup kami, kami belum pernah mendengar kalimat-kalimat di atas diperdengarkan oleh seorang muadzin ketika adzan untuk menunaikan shalat fardhu.

Ya, itulah kenyataannya, bukan berarti apa yang belum pernah kita dengar, berarti tidak ada. Pernyataan ini bukanlah mengada-ada, tetapi ini adalah syariat.

Jika itu syariat, tentunya ada landasan dalil yang menguatkannya dong?

Ya, ada beberapa dalil yang menguatkan.

Pertama, dari Nafi’ dari Ibnu Umar


أَنَّهُ نَادَى بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ وَمَطَرٍ فَقَالَ فِى آخِرِ نِدَائِهِ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ أَوْ ذَاتُ مَطَرٍ فِى السَّفَرِ أَنْ يَقُولَ أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ.

Ibnu Umar pernah adzan untuk shalat di malam yang dingin, anginnya kencang dan hujan, kemudian dia mengatakan di akhir adzan, Alaa shollu fi rihaalikum, Alaa shollu fir rihaal’
[Shalatlah di rumah kalian, shalatlah di rumah kalian]’.

Kemudian beliau mengatakan,”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa menyuruh muadzin, apabila cuaca malam dingin dan berhujan ketika beliau safar untuk mengucapkan, ’Alaa shollu fi rihaalikum’ [Shalatlah di tempat kalian masing-masing]’. (HR. Muslim no. 1633 dan Abu Daud no. 1062)

Kedua, dari Nafi’, beliau menceritakan:


أَنَّ ابْنَ عُمَرَ أَذَّنَ بِالصَّلاَةِ فِى لَيْلَةٍ ذَاتِ بَرْدٍ وَرِيحٍ فَقَالَ أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ. ثُمَّ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَأْمُرُ الْمُؤَذِّنَ إِذَا كَانَتْ لَيْلَةٌ بَارِدَةٌ ذَاتُ مَطَرٍ يَقُولُ « أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ ».

“Ibnu Umar pernah beradzan ketika shalat di waktu malam yang dingin dan berangin. Kemudian beliau mengatakan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [shalatlah di rumah kalian].
Kemudian beliau mengatakan,”Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mu’adzin ketika keadaan malam itu dingin dan berhujan, untuk mengucapkan ‘Alaa shollu fir rihaal’ [hendaklah kalian shalat di rumah kalian].”(HR. Muslim no. 1632 dan Abu Daud no. 1063)

Ketiga, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berpesan mu’adzin pada saat hujan,


إِذَا قُلْتَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلاَ تَقُلْ حَىَّ عَلَى الصَّلاَةِ قُلْ صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ
 
“Apabila engkau selesai mengucapkan ‘Asyhadu allaa ilaha illalloh, asyhadu anna Muhammadar Rasulullah’, maka janganlah engkau ucapkan ‘Hayya ’alash sholaah’. Tetapi ucapkanlah ‘Sholluu fii buyutikum’ [Sholatlah di rumah kalian].


قَالَ : فَكَأَنَّ النَّاسَ اسْتَنْكَرُوا ذَاكَ فَقَالَ أَتَعْجَبُونَ مِنْ ذَا قَدْ فَعَلَ ذَا مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّى إِنَّ الْجُمُعَةَ عَزْمَةٌ وَإِنِّى كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُوا فِى الطِّينِ وَالدَّحْضِ.
 
Masyarakat pun mengingkari perkataan Ibnu Abbas tersebut. Lalu Ibnu Abbas mengatakan, “Apakah kalian merasa heran dengan hal ini, padahal hal ini telah dilakukan oleh orang yang lebih baik dariku (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). (HR. Muslim no. 1637 dan Abu Daud no. 1066).

Dari riwayat di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa lafazh adzan tambahan ketika hujan sebagai berikut:

1. أَلاَ صَلُّوا فِى الرِّحَالِ ( Alaa sholluu fir rihaal’ artinya ‘Shalatlah kalian di rumah’)
2. أَلاَ صَلُّوا فِى رِحَالِكُمْ ( Alaa sholluu fi rihaalikum’ artinya ‘Shalat kalian di rumah kalian’)
3. صَلُّوا فِى بُيُوتِكُمْ ( Sholluu fii buyutikum’ artinya ‘Sholatlah di rumah kalian’)

Tiga lafadz di atas tidak dibaca semuanya, namun dipilih salah satu.
Letak Lafadz tambahan ‘Shollu Fii Buyuthikum’ atau ‘Ala Shallu fir rihaal

Pertama, menggantikan lafadz ‘hayya ‘alas shalaah’, ini sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Ibnu Abbas di atas.

Kedua, diucapkan langsung setelah selesai adzan, sebagaimana yang dinyatakan dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma.

Ketika menjelaskan hadis Ibnu Abbas, an-Nawawi mengatakan,

وفي حديث بن عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنْ يَقُولَ أَلَا صَلُّوا فِي رِحَالِكُمْ فِي نَفْسِ الْأَذَانِ وَفِي حديث بن عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ فِي آخِرِ نِدَائِهِ وَالْأَمْرَانِ جَائِزَانِ نَصَّ عَلَيْهِمَا الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى فِي الْأُمِّ فِي كِتَابِ الْأَذَانِ وَتَابَعَهُ جُمْهُورُ أَصْحَابِنَا فِي ذَلِكَ

“Dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, muadzin mengucapkan ’Alaa shollu fii rihalikum’ di tengah adzan. Sedangkan dalam hadits Ibnu Umar, beliau mengucapkan lafadz ini di akhir adzannya. Kedua cara seperti ini dibolehkan, sebagaimana ditegaskan Imam Syafi’i rahimahullah dalam kitab al-Umm pada Bab Adzan, dan diikuti oleh mayoritas ulama madzhab kami (syafi’iyah). (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207)

Lebih lanjut, an-Nawawi menganjurkan agar dilakukan setelah adzan. Beliau mengatakan:


فَيَجُوزُ بَعْدَ الْأَذَانِ وَفِي أَثْنَائِهِ لِثُبُوتِ السُّنَّةِ فِيهِمَا لَكِنَّ قَوْلَهُ بَعْدَهُ أَحْسَنُ لِيَبْقَى نَظْمُ الْأَذَانِ عَلَى وَضْعِهِ

Lafadz ini boleh diucapkan setelah adzan maupun di tengah-tengah adzan, karena terdapat dalil untuk kedua bentuk adzan ini. Akan tetapi, sesudah adzan lebih baik, agar lafadz adzan yang biasa diucapkan, tetap ada. (Syarh Shahih Muslim oleh an-Nawawi, 5:207).


_______________________

Sumber:

KonsultasiSyariah.com


 08 Jumadal Akhirah 1434 H / 19 April 2013 M. Pkl. 07. 00 WIB      

 

 

Rabu, 17 April 2013

ABU THALIB MATI DALAM KEADAAN KAFIR


Pada Jum'at yang lalu, tanggal 12 April 2013, seorang khatib dengan semangat yang menggebu-gebu menguraikan jenis-jenis kekufuran dalam khutbahnya. Namun ada satu perkataan khatib yang membuat hati ini merasa gundah, apa pasalnya? Sang khatib mengatakan  bahwa Abu Thalib (paman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam) termasuk yang mati dalam kekafiran, tidak sempat mengucapkan syahadat. Namun tidak sampai disitu ucapannya.

Setelah kematiannya, Rasulullah  menziarahi kuburnya, Nabi memohon kepada Allah agar dibukakan kuburnya Abu Thalib, maka terbukalah kubur tersebut, lalu muncullah Abu Thalib yang setelah itu  dapat mengucapkan dua kalimah Syahadat, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan Rasulullaah. 
 
Perkataan yang sungguh sangat aneh bukan?
 
Sungguh perkataan khatib ini membuat hati penulis kaget, sungguh berani sang khatib ini mengungkapkan suatu perkataan yang berbahaya bagi umat ini. Karena perkataan sang khatib ini adalah suatu pembenaran bahwa Abu Thalib masuk Islam, walaupun setelah kematiannya.
 
Kematian Abu Thalib sudah sangat jelas, dia mati dalam keadaan kafir dan ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Fakta berupa dalil-dalil al Qur'an dan As-Sunnah telah menyebutkan: 
 
“Dari Sa’id bin Musayyab, dari bapaknya (Musayyab bin Hazn), dia berkata: Tatkala (tanda) kematian datang kepada Abu Thalib, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Beliau mendapati Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah berada di dekatnya. Lalu beliau berkata: “Wahai pamanku, katakanlah Laa ilaaha illa Allah, sebuah kalimat yang aku akan berhujjah untukmu dengannya di sisi Allah!” Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah menimpali,”Apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?” Rasulullah  terus-menerus menawarkan itu kepadanya, dan keduanya juga mengulangi perkataan tersebut. Sehingga akhir perkataan yang diucapkan Abi Thalib kepada mereka, bahwa dia berada di atas agama Abdul Muththalib. Dia enggan mengatakan Laa ilaaha illa Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Demi Allah, aku akan memohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang darimu,” maka Allah menurunkan (ayat-Nya) “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik” –QS at Taubat/9 ayat 113- Dan Allah menurunkan (ayat-Nya) tentang Abu Thalib “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”. –QS al Qashash/28 ayat 56″. [HR. Al Bukhari, no. 4772; Muslim, no. 24]
 
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, waktu itu Abu Thalib menjawab dengan perkataan:
 
“Seandainya suku Quraisy tidak akan mencelaku, yaitu mereka akan mengatakan: “Sesungguhnya yang mendorongnya (Abu Thalib) mengatakan itu hanyalah kegelisahan (menghadapi kematian),” sungguh aku telah menyenangkanmu dengan kalimat itu”. [Hadits shahih riwayat Muslim, no. 25].
 
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata:
Dan di antara hikmah ar Rabb (Sang Penguasa, Allah) Ta’ala tidak memberi petunjuk kepada Abu Thalib menuju agama Islam, agar Dia menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa (petunjuk menuju Isalm) itu hanya hak Allah, Dia-lah Yang Berkuasa, siapa saja selain-Nya tidak berkuasa. Jika Nabi -yang merupakan makhluk-Nya yang paling utama- memiliki sesuatu (hak, kekuasaan) memberi hidayah hati, menghilangkan kesusahan-kesusahan, mengampuni dosa-dosa, menyelamatkan dari siksa, dan semacamnya, maka manusia yang paling berhak dan paling utama mendapatkannya adalah pamannya, yang dahulu melindunginya, menolongnya, dan membelanya. Maka Maha Suci (Allah) yang hikmah-Nya mengagumkan akal-akal (manusia), dan telah membimbing hamba-hambaNya menuju apa yang menunjukkan kepada mereka terhadap ma’rifah (pengenalan) dan tauhid (pengesaan) kepada-Nya, dan mengikhlas-akan serta memurnikan seluruh amal hanya untuk-Nya”.
        [Fathul Majid, Penerbit Dar Ibni Hazm, hlm. 191-192.]
 
 
 
Sumber:
 
Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M
 
 
______________
Jakarta al Gharbiyyah, 06/06/1434 H ---- 17 April 2013 M. Pkl. 14.14 WIB. 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Senin, 15 April 2013

CARA PERPANJANG STNK PLUS GANTI PLAT NOMOR


Bismillaah, di bawah ini dijelaskan cara termudah memperpanjang STNK sekaligus ganti plat motor. Caranya amat mudah tidaklah seperti yang orang gambarkan, sulit dan berbelit-belit, padahal sungguh sangat mudah.

Berikut tips dan caranya:

1. Datangi kantor Samsat yang terletak di jalan Daan Mogot Cengkareng Jakarta Barat.
 
2. Setelah masuk gerbang kantor samsat, motor jalan lurus lalu belok kiri, posisi ada di sebelah kiri gerbang, parkirkan motor di area motor yang akan digesek nomor rangka dan mesin (jangan diparkirkan di tempat parkir!).
 
3. Ambil formulir dengan menyerahkan STNK warna coklat dengan memberitahukan keperluan kita, apakah perpanjang STNK saja, perpanjang STNK dengan ganti plat, mutasi atau yang lainnya, sementara STNK yang satunya kita simpan.
 
4. Setelah formulir diisi serahkan kembali kepada petugas dan petugas akan memberikan formulir tadi kepada kita dengan arahan kita diperintahkan menuju petugas yang akan menggesek nomor mesin & rangka motor kita. 
 
5. Selesai digesek no. mesin & rangka motor. Hasil gesekan ditempelkan di formulir isian tadi. Serahkan kembali formulir ke petugas, tunggu dipanggil dan petugas akan memberikan pengesahan bersamaan formulir tadi.
 
6. Setelah itu, langkah selanjutnya kita menuju lantai I gedung Samsat untuk ambil dan mengisi formulir yang baru. Selesai pengisian, tanda tangani formulir tersebut yang ada di balik formulir (cara pengisian dapat mencontoh seperti yang ada di meja pengisian Samsat).
 
7. Selanjutnya naik ke lantai II untuk antri mengambil no. antrian pembayaran STNK, Plat dst, tentunya setelah kita menyerahkan foto kopi STNK, BPKB, KTP masing-masing sebanyak 2 lembar kepada petugas disertai dengan yang aslinya. KTP asli akan ditahan sementara oleh petugas dan kita dapat no. antrian. 
 
8. Silahkan tunggu, nomor kita akan dipanggil dan kita akan diberikan kwitansi pembayaran (sebanyak 3 lembar, warna putih (asli), hijau dan merah (kopian).
 
9. Lalu kwitansi tadi kita serahkan kepada petugas dengan menyertakan uang sejumlah yang tertera di kwitansi tersebut
 
(catatan: bayarlah sesuai dengan biaya yang tertera di kwitansi, biasakan dengan uang pas).   
 
10. Selanjutnya kwitansi warna merah (kopian) kita serahkan di tempat pengambilan STNK yang baru dan silahkan tunggu di bangku antrian.
 
11. Berikutnya, setelah proses pembuatan STNK, nama kita akan dipanggil petugas dan kita akan mendapatkan 2 lembar STNK yang baru, berupa Surat Ketetapan Pajak daerah PKB/BBN-KB dan SWDKLLJ serta Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor, sementara plat nomor dapat kita ambil di belakang gedung kantor samsat dengan cara kita menyerahkan kwuitansi warna putih atau hijau terlebih dahulu dan tak beberapa lama plat nomor kita telah jadi.

Mudah bukan!

BERAPA BIAYANYA?

Inilah biaya yang saya keluarkan:
 
  •  PKB                 Rp.  129.000,-
  •  SWDKLLJ             Rp.   35.000,-
  •  BIAYA ADM. STNK     Rp.   50.000,-
  •  BIAYA ADM. TNKB     Rp.   30.000,-
          TOTAL          Rp. 244.000,-
 
      Ditambah dengan biaya pembuatan plat nomor Rp. 5.000,-
 
 
Catatan : Biaya di atas adalah administrasi motor merk VEGA -R 4 D7 TAHUN RAKITAN 2008. Tentunya biaya akan berbeda satu dengan yang lainnya, tergantung kepada jenis motor, tahun pembuatan, terlambat atau tidak dalam pembayarannya dan sebagainya.

Langkah-langkah diatas pada dasarnya sama di setiap kantor samsat, tidak hanya di kantor Samsat Jakarta Barat saja.

Dan akhirnya, biasakan membayar sesuatu dengan cara mengurus secara langsung, karena kita akan mengetahui dengan pasti prosedurnya dan tentunya biaya akan lebih ringan dibanding dengan mengurus melalui biro jasa.


Semoga cara mudah ini bermanfaat bagi kita semua.
 ___________________________


Yaumul Itsnain, 04/06/1434H / 15April 2013 M. Pkl. 21.35 WIB

Jumat, 12 April 2013

BAHAYA BUANG AIR KECIL SEMBARANGAN


Seorang anak laki-laki berlari keluar kelas, lalu tiba-tiba dia kencing sambil berdiri dengan santainya. Ketika ditanya, "Sudah kebelet," kilahnya.

Peristiwa seperti ini kerap kali terjadi di kalangan anak-anak pra sekolah. Bahkan kitapun pernah menemukan orang dewasa dengan santainya kencing di pinggir jalan, di bawah pohon, di dekat tembok dan di beberapa tempat lainnya tanpa dinding penghalang.

BAK (Buang Air Kecil) dan BAB (Buang Air Besar) harus diajarkan anak sejak dini. Ini merupakan pelajaran penting untuk anak. Ketika sang anak meminta paksa untuk BAK dan BAK sembarangan, maka orang tua harus segera mengarahkan dengan cara mengajak langsung menuju WC atau kamar mandi dan diberi pengajaran, inilah tempat yang benar untuk BAK dan BAB. Jika diajarkan sejak dini, insya Allah akan tertanam di hati sang anak dan akan membawa hal yang positif di kemudian hari ketika dia besar kelak.

BAK dan BAB sembarangan sepintas memang tidak berbahaya bagi si pelakunya, namun ditilik dari sudut kesopanan, maka ini dianggap tidak sopan. Terlebih lagi jika dilihat dari sudut pandang agama Islam. Perbuatan ini (BAK sembarangan dan tidak istinja/membersihkan diri dari najis, lagi di tempat terbuka) ancaman cukup besar, bahkan salah satu azab yang didahulukan di alam kubur.

Ibnu Abbas radiyallahu 'anhu menuturkan bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam melewati dua buah kuburan. Beliau lalu bersabda,"Dua orang penghuni kubur ini sedang disiksa. Keduanya disiksa lantaran perkara yang mereka anggap bukan dosa besar. Salah seorang di antara keduanya tidaklah bertabir ketika kencing. Sedangkan satunya lagi adalah orang yang suka mengadu domba."
(HR. Bukhari dalam al Wudhu (8), Muslim dalam ath Thaharah (111).

Subhaanallah, betapa besar ancaman dari Allah terhadap pelaku BAK sembarangan ini. Karenanya, hati-hatilah terhadap hal ini, tetaplah hidup bersih, tertib, serta tetaplah menjaga kesopanan dalam hal kebersihan diri, pakaian dari segala bentuk kotoran dan najis.

______________

Jakarta al Gharbiyyah, Ba'da Shalaatil Isyaa', Yaumus Sabt, 02/06/1434 H. Pkl. 18.40 WIB.

Kamis, 11 April 2013

PERSATUAN KAUM MUSLIMIN


Dalam sebuah taushiyahnya seorang ustadz mengatakan, "Bagaimana mau bersatu, sementara ketika diperintahkan  untuk merapatkan shaf (barisan) dalam shalat saja tidak mau."

Menarik untuk diperhatikan ungkapan sang ustadz ini. Benarlah apa yang dikatakannya. Sejatinya sering kita saksikan dalam pelaksanaan shalat berjama'ah, begitu lalainya mereka sehingga tidak memperhatikan kerapatan dan kelurusan shaf. Sementara perintah merapatkan dan meluruskan barisan sering kali diucapkan   Rasulullah ketika beliau memimpin shalat berjamaah, seperti perkataan beliau,

"Luruskan shaf-shaf kalian, karena kelurusan shaf-shaf itu termasuk kesempurnaan shalat." (HR. Ahmad dalam Musnad al Muktsirin (12348), Muslim dalam as Shalat (433).

"Wahai hamba Allah hendaklah kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan menimbulkan perselisihan di antara kalian" (HR. Bukhari dalam al Adzan (676), Muslim dalam as Shalat (436).

Keritera kerapatan dan kelurusan shalat digambarkan Nabi dengan cara merapatkan kaki dengan kaki, pundak dengan pundak.

Sebagian kaum muslimin yang berbicara tentang persatuan dan kesatuan kaum muslimin dengan cara menyatukan berbagai macam firqh yang ada dan tidak boleh saling kritik atau menjatuhkan. Potensi yang ada hendaklah dikembangkan, sementara pemahaman yang berbeda diantara firqah tersebut dibiarkan menurut keyakinan mereka.

Bahkan untuk menyatukan umat menurut sebagian mereka adalah dengan cara merayakan beberapa peringatan-peringatan seperti maulid Nabi, Isra' Mi'raj, Nuzulul Qur'an dan sebagainya.

Subhanallah suatu perkataan yang tidak berdasarkan dalil sama sekali. Bahkan hanya berdasarkan praduga dan logika semata.

Hendaklah kita memulai memupuk rasa persatuan itu dengan cara melaksanakan perintah Rasul dengan meluruskan dan merapatkan shaf dalam shalat dahulu. Karena dari pelaksanaan shalat berjamaah ini insya Allah akan terbentuk rasa persatuan dengan sesama kaum muslimin dalam satu masjid di dalam suatu wilayah tertentu.  

Mari kita mulai dari sekarang, insya Allah persatuan di antara sesama muslim akan segera terwujud.

______________________

Referensi:

1. Syaikh Abdul Ghani al Maqdisi. Umdatul Ahkam.


Yaumul Jum'ah, 01/06/1434 H - 12 April 2013 M. Pkl. 10.45 WIB

UCAPKANLAH DENGAN LEMBUT


Berdakwah adalah suatu perbuatan mulia dihadapan Allah Jalla wa 'Alaa, bahkan tidaka ada perkataan terbaik selain perkataan orang yang mengajak kepada jalan Allah. Namun dalam berdakwah sangat diperlukan cara dakwah yang sesuai dengan perilaku dakwah para Rasul terdahulu termasuk juga dakwahnya Rasul yang mulia, Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

Dakwah yang dimaksud adalah dakwah kepada sesama muslim atau kepada non-Muslim. Contoh jelasnya di antaranya dakwah para Rasul yang mulia seperti Nabi Musa dan Harun. serta Nabi Muhammad  shallallaahu 'alaihi wasallam. Di antara sifat dakwah mereka adalah bersifat lemah lembut, santun dan tidak berkata kasar kepada kaumnya (yang didakwahi).

1. Dakwah Nabi Musa dan Harun kepada Fir'aun.

Inilah perintah Allah kepada Musa dan Harun alaihimas salaam ketika mendakwahi Fir'aun la'natullaah 'alaihi.

"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaahaa 43-44).


2. Dakwah Nabi  Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam.

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersifat keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu." (QS. Ali Imran: 159)

Berkata halus, lemah lembut dalam berdakwah akan menghasilkan manfaat sebagai berikut:

1. Mengingatkan orang yang didakwahi, mungkin saja mereka lupa terhadap peringatan yang ada atau menjadikan mereka takut terhadap ancaman Allah.

2. Akan mendekatkan orang yang didakwahi kepada kita yang mendakwahi, sebaliknya jika kita kasar dalam berdakwah maka orang-orang akan lari dari cara dakwah kita, walaupun telah direncanakan dengan cara yang dianggap terbaik. Wallaahu a'lam.

___________________

Yaumul Jum'ah, 01/06/1434 H - 12 April 2013 M. Pkl. 10.10 WIB.
 

Sabtu, 09 Februari 2013

ADA PENGAJIAN HINGGA DINI HARI


Di suatu pagi ada dialog antara dua orang ibu muda dengan satu anak dengan ibu beranak empat. Dengan logat Betawinya mereka berdua berbicara: "Emangnya anak lu kenapa nangis semalam, ibunya tidur kali". Oleh ibu beranak satu dijawab: "Enggak, enggak tidur!". "Kan itu jam setengah dua, baru saja pulang ngaji." Kata ibu yang beranak empat.

Tulisan ini tidak ingin mengupas kenapa sang anak bayi berumur batita ini menangis, tetapi fokus pembicaraan adalah pengajian yang berakhir pada waktu dini hari.

Ta'lim adalah ibadah yang tidak diragukan lagi kewajibannya, sebagaimana sebuah riwayat menyebutkan: "Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim".

Ini salah satu dalil diwajibkannya menuntut ilmu. Sementara al Qur'an yang mulia menyuruh hambanya untuk selalu menambah ilmu. Melalui firmannya, Allah berfirman:

"Katakanlah (wahai Muhammad), ya Allah tambahilah ilmuku." (QS. Thaahaa: 114).

Yang menjadi persoalannya adalah mengaji hingga larut malam. Tidak menjadi perhatian Nabi Muhammad memberikan ilmu kepada para sahabatnya hingga larut malam sepengetahuan penulis. Dan perlu dipahami Rasulullah sendiri tidur setelah melakukan ba'diyah Isya, kecuali kalau ada keperluan, itupun tidak sampai dini hari. Wallahu a'lam.


Kebanyakan pengajian-pengajian yang diadakan hingga dini hari biasanya yang dalam bentuk Tabligh Akbar dengan mengundang sejumlah da'i terkenal (dalam lingkungan mereka) yang berbicara secara maraton, bergantian satu dengan yang lainnya dengan batasan waktu yang telah ditentukan panitia acara dengan didahului acara-acara yang lainnya. Ini lazimnya dilakukan ba'da Isya hingga dini hari.

Atau pengajian dalam bentuk Majelis Dzikir Jama'i. Biasanya dengan melantunkan beberapa bacaan dzikir yang biasanya sebagian besar jama'ahnya berkostum yang sama, putih-putih dengan dipimpin oleh seorang imam.

Kedua jenis pengajian seperti  ini sama sekali idak pernah dicontohkan Rasulullah, para sahabat, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Apalagi ini dilakukan hingga dini hari.

Mengenai Dzikir Jama'i, sahabat Ibnu Mas'ud telah mengingkari jenis dzikir dengan cara seperti ini. Ketika beliau radhiyallahu 'anhu memasuki salah satu masjid yang ada di Kufah dan melihat manusia berkelompok-kelompok dengan dipimpin oleh seorang  pimpinan yang tengan membaca dzikir-dzikir tertentu dengan bilangan-bilangan tertentu dengan dikomandoi oleh pimpinan jamaah tersebut. Dengan pengingkaran yang keras terhadap perbuatan mereka, sahabat yang mulia ini berkata: "Apakah ajaran agama kalian lebih afdal dari agama yang dibawa oleh  Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam atau kalian membuka pintu-pintu kesesatan."


__________________________

@yaumul ahad, 29/3/1434 H. Pkl. 08.35 WIB.

2 SURAT YANG AMAT TERKENAL

Al Qur'an terdiri dari 114 surat dimulai dari surat al Faatihah dan diakhiri dengan surat an Naas. Ada yang diturunkan Allah dengan ada sebab musababnya (asbabun nuzul) dan ada yang tidak. Antara satu surat dengan surat yang lain atau satu ayat dengan ayat yang lain memiliki keistimewaannya tersendiri sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits Nabi yang mulia shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Dua surat yang tidak ada yang setara dengannya yakni  al Falaq dan an Naas (disebut dengan al Mu'awwadzatain) (HR. Muslim).

2. Al Ikhlash yang sama dengan atau sebanding dengan 1/3 al Qur'an (HR. Muslim).

3. Surat al Kafirun setara dengan 1/4 al Qur'an (Hadits dihasankan oleh syaikh al Albani).

4. Surat al Mulk, jika membacanya setiap malam, maka akan menjadi pembela bagi pembacanya (HR. at Tirmidzi).

Sementara ayat yang agung yang ada dalam al Qur'an dan yang begitu ditakuti oleh bangsa jin yaitu Ayat Kursi (surat al Baqarah ayat 255).

Namun di kalangan masyarakat awam ada dua surat yang begitu amat terkenal yang sering dibaca di setiap kesempatan dan di waktu-waktu tertentu, baik itu di rumah-rumah, majelis ta'lim, pondok-pondok pesantren, masjid, musholla, dan karena saking seringnya dibaca sehingga hafal di luar kepala. Dua surat tersebut adalah surat al Faatihah dan Yaasiin.

Untuk surat al Faatihah, mereka biasanya membacanya untuk  mengirimkan pahala kepada orang-orang yang telah meninggal dunia termasuk kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam atau dibaca sebagai salah satu dzikir setelah shalat.

Sedangkan surat Yaasiin mereka baca pada kesempatan di setiap ta'lim mereka (khususnya pengajian kaum ibu) sebelum pelajaran inti yang disampaikan ustdz/ustadzah mereka. Mereka juga membacanya di malam atau hari Jum'at atau ketika malam-malam pertama sampai ketujuh dari hari kematian seseorang. Dan biasanya juga sebagian mereka membacanya ketika ziarah kubur. Mereka membaca dengan motif-motif atau tujuan-tujuan tertentu.

Apakah amalan-amalan mereka sesuai dengan sunnah?

Jika melihat keterangan para ulama hadits, maka tidak ada satupun riwayat yang shahih berkaitan dengan  amalan-amalan yang mereka lakukan.

Sebagai contoh, mereka membaca  al Faatihah pada setiap kesempatan dengan dalil: al Fatihah lima quriat lahu (al fatihah sesuai dengan apa yang dibaca/dinginkan). Ini dihukumi maudhu' (hadits palsu) oleh para ulama hadits.

Sementara dalil yang mereka pakai untuk menguatkan pembacaan Yaasiin pada setiap malam di antaranya:

"Barangsiapa yang membaca surat Yaasiin dalam satu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya." (Riwayat Ibnu Jauzi dalam al Maudhu'aat 1/247)

"Barangsiapa terus menerus membaca surat Yaasiin pada setiap malam kemudian ia mati, maka ia mati syahid" (HR. Ath Thabrani dalam al Mu'jamush Shagiir)

Kedua hadits di atas dihukumi MAUDHU' (PALSU) oleh para ulama hadits.

Agar lebih jelas mengenai kedudukan hadits-hadits tentang fadilah (keutamaan) membaca surat Yaasiin dapat kita lihat dalam buku YASINAN buah karya ust. Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullah ta'ala.


_______________________

Sumber:

1. Tafsir al Muyassar Jilid ke-3. Penerbit an Naba Cetakan ke II Januari 2012.
2. Ust. Yazid Abdul Qadir Jawwas. Yasinan. Media Tarbiyah Bogor Oktober 2009.

@Yaumul Ahad, 29/3/1434 H. Pkl. 08.00 WIB.

Selasa, 29 Januari 2013

USAHA YANG SIA-SIA.

Suatu ketika seorang ibu mengeluh tentang biaya yang dipungut dari sebuah pengajian yang diikutinya, pasalnya biaya tersebut akan dipergunakan untuk keperluan sebuah perayaan yang berada di bulan Rabi'ul Awwal ini.

Menurutnya setiap anggota pengajian dipungut biaya Rp. 50.000,- / orang. Bagi yang mampu tentu saja, uang sejumlah itu tidak terasa mengeluarkannya, lain halnya dengan ibu yang satu ini, dimana sang suami tidak memiliki penghasilan tetap. Suaminya hanya seorang sopir mikrolet yang pendapatannya tidak menentu. Sementara ada dua anak yang harus dibiaya sekolahnya.

Itu kisah nyata yang dialami oleh seorang ibu anggota pengajian. Belum lagi kalau harus mengikuti beberapa pengajian dalam satu minggu. Kalau satu Minggu 3X pengajian, maka berarti dia harus mengeluarkan biaya Rp. 150.000,- untuk satu perayaan, yaitu maulid Nabi Muhammad shallalahu 'alaihi wa sallam.

Apa yang dapat kita ambil dari kisah tersebut di atas?

Ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan:

1. Perayaan yang tidak pernah diperintahkan agama akan membuat sulit hidup seseorang. Dalam Islam hanya ada dua perayaan yakni Idul Fithri dan Idul Adha.

2. Pembebanan biaya akan membuat seseorang malu ikut pengajian, jika dia tidak mampu memberi biaya yang dibebankan kepadanya (karena ditekankan wajib memberi).

3. Ajaran diin kita tidak pernah memberikan beban kepada umatnya suatu pemberian kecuali bagi yang mampu, seperti zakat mal.

4. Mengikuti sunnah itu mudah, sementara melakukan suatu kebid'ahan itu sulit, capek, dan mengeluarkan biaya yang tidak perlu.
(Sulit contohnya menghapalkan niat ketika shalat, puasa, wudhu, mandi hadats besar dan sebagainya. Capek misalnya mendatangi dan mengikuti acara majelis dzikir jama'i dari sore hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Mengeluarkan biaya seperti kasus di atas dan infaq wajib dari gaji pokoknya setiap bulan bagi anggota jama'ah tertentu).  

5. Mengikuti sunnah akan mempermudah jalan menuju surga sedangkan mengikuti amalan bid'ah itu terancam neraka.

Ingat beragama itu mudah, jangan dipersulit!

_______________________
@ Rabu, 18 /3/1434 H. Pkl. 19.03 WIB.

Minggu, 20 Januari 2013

PENTINGNYA BELAJAR ILMU TAJWID


Mempelajari ilmu tajwid itu merupakan hal yang penting. Bagaimana bacaan Al Qur'an kita akan baik  jika kita tidak memahami ilmu tersebut. Allah subhanahu wa ta'ala telah memberikan pernyatan yang tegas dalam Al Qur'an:

"Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan." (QS. al Muzammil: 4)

Al Imam Ibnul jazari rahimahullah berkata:

Membaca Al Qur'an dengan tajwid hukumnya wajib, barangsiapa yang tidak memperbaiki bacaan Al Qur'an ia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah menurunkan, dan demikian pula Al Qur'an itu sampai kepada kita.

Di dalam ilmu tajwid dibahas mengenai hal-hal penting di antaranya mengenai pengucapan huruf Hija'i yang berjumlah 29 huruf dari huruf Alif sampai dengan Ya. Itu dikenal dengan Makharijul Huruf (tempat keluarnya huruf). Satu huruf dengan huruf lainnya memiliki karakter sendiri-sendiri. Berbeda makhraj dan sifatnya. 

Ketika kita mengucapkan satu kata atau huruf dalam Al Qur'an, maka artinya pun akan berbeda. Sebagai contoh, kata 'asaa (yang memiliki makna pengharapan), jika huruf Sin-nya diganti Shad, maka akan  menjadi 'ashaa maknanya berbuat maksiat (kata kerja) atau tongkat (kata benda). 

Contoh lain, kata 'aalamiin memiliki makna beberapa alam (seperti alam manusia, malaikat, jin dan sebagainya), jika huruf yang pertama (huruf 'ain) diganti dengan huruf Hamzah menjadi aalamiin (artinya segala penyakit). Nah sungguh fatal sekali akibatnya, bukan!

Dalam ilmu tajwid juga dibahas tentang hukum mad (memanjangkan bacaan). Salah memanjang dan memendekkan huruf maka akan merubah arti atau maknanya. Lihatlah contoh berikut. 

Di dalam surat Al Kafirun ayat 2 disebutkan:
Iw ßç6ôãr& $tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ                                                                                                                   

"Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah."

Huruf Lam dalam ayat tersebut harus dibaca panjang 4-5 harakat, dan ini dinamakan dengan Mad Jaiz Munfashil. Dan arti laa (panjang) di atas adalah tidak (menafikan). Jika huruf Lam itu  dibaca pendek (la), maka akan memiliki arti sungguh (menguatkan). Jadi arti ayat tersebut adalah:

"Sungguh aku akan menyembah apa yang kamu sembah".

Bagaimana dengan makna di atas? 

Bandingkan dengan ayat di atas dengan memanjangkan huruf lam-nya. Kalimat yang kedua (berwarna merah) sungguh sangat menyesatkan dan menjurus kepada kekafiran. Wal 'iyaadzu billaah.

Nah itu baru satu contoh, belum lagi jika kita salah dalam membaca ayat-ayat yang lainnya.

Karenanya belajar, belajar dan belajarlah ilmu Tajwid kepada ustadz yang mumpuni (yang ahli) dan bertalaqqi (bertemu langsung) dengan ustadz tersebut dalam proses belajar dan mengajarnya, sebagaimana Rasulullah langsung diajarkan oleh malaikat Jibril 'alaihi salaam.

___________________

Referensi:

1. Al Qur'an al Akrim Digital.
2. Abu Ya'la Kurnaedi, Lc, Nizar Sa'ad Jabal, Lc. M.Pd. Metode Asy-Syafi'i. Pustaka Imam Syafi'i. Januari 2012.

@Senin, 9/3/1434 H. Pkl. 21.28 WIB.


Sabtu, 19 Januari 2013

SHORT MASSEGE SERVICE (SMS)


Salah satu manfaat atau fungsi HP (Hand Phone) di samping sebagai alat komunikasi juga berguna untuk mengirim pesan singkat atau dikenal dengan istilah SMS. SMS itu sendiri adalah kepanjangan dari Short Massege Service.

Mengingat dari namanya sebagai pesan singkat, maka setiap pesan yang  ditulis atau diketik dengan cara sesingkat mungkin. Seperti contoh kata tolong ditulis menjadi  tlg, saya = sy, bawa = bw, sakit = skt dan sebagainya.

Tidak hanya kata atau kalimat biasa yang disingkat seperti itu, namun ungkapan pujian kepada Allah, salam dalam Islam, do'a atas Nabi Muhammad dan para Nabi serta terhadap para sahabat Rasul yang mulia-pun tidak luput dari hal itu.

Lihat saja kalimat subhanahu wa ta'ala disingkat menjadi SWT, shallallahu 'alaihi wa sallam = SAW, 'alaihi sallam = AS, radiyallahu 'anhu = RA, serta assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh = ASS WR. WB.

Nah, pernahkan Anda mendapat kiriman sms dari teman atau saudara, atau Anda pernah  membaca sebuah buku tertentu yang menyingkat kalimat-kalimat tersebut dalam isi bukunya?

Subhanallah, jika yang disingkat adalah kalimat biasa tidak akan menjadi masalah, namun kalimat yang diblok dengan warna biru di atas adalah bentuk pujian kepada Allah, shalat dan salam kepada Nabi Muhammad, doa keselamatan kepada Nabi, memohonkan keridhoan kepada sahabat Nabi Muhammad, serta doa keselamatan, rahmat, dan keberkahan kepada Allah untuk saudara sesama muslim. Mengapa harus disingkat? Ini haruslah dijauhi. Tulislah dengan kalimat yang sempurna, tidak perlu disingkat seperti layaknya kata atau kalimat yang lainnya.

Ingat, tulisan merupakan ungkapan hati seseorang, baik buruknya tergantung kepada sang penulis, jadi ketika kita menulis suatu tulisan yang benar maka Allah akan memberikan pahala, demikian juga sebaliknya (menulis kata-kata atau ungkapan-ungkapan kotor, baik melalui sms, twitter, facebook dan media lainnya, maka akan mendapatkan dosa dari Allah azza wa jalla.

Hindari dan jauhi dari kata-kata kotor, tulislah atau ketiklah dengan ungkapan-ungkapan yang baik serta jauhi dari menyingkat kalimat-kalimat di atas. Wallahu a'lam. 

__________________

@Yaumul Ahad, 8/3/1434 H. Pkl. 21.05 WIB. 


Rabu, 16 Januari 2013

MENYIKAPI HUJAN YANG TURUN


Hujan, hujan dan hujan. Itulah keadaan yang sedang dialami warga Jakarta khususnya dan penduduk negeri ini umumnya.

Itulah rahmat yang Allah berikan kepada umatnya. Kok bisa dikatakan rahmat sementara saudara-saudara kita saat ini terkena banjir di beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya, hingga tempat seseteril Istana Negara sekalipun tidak luput terkena dampaknya (berita Pkl. 10.15 WIB, banjir di sana hingga setinggi betis).

Ya, hujan akan menjadi rahmat jika kita melihatnya dari kaca mata diin (agama) kita. Karena apabila kita melihat dari sudut pandang ini, maka semuanya akan membawa kepada kebaikan. 

Terkadang orang melihat satu peristiwa yang terjadi, seperti banjir yang melanda kota atau desa dengan menyalahkan alam, cuaca, dan waktu. Padahal mengecam, mencela, dan menyalahkan itu semua sama saja dengan menghina Sang Pencipta. Karena sang pemilik waktu, cuaca itu tidak lain adalah Allah subhanahu wa ta'ala. 

Seorang mu'min akan memandang turunnya hujan itu dengan pemahaman sebagai berikut:

1. Hujan adalah bukti dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

2. Hujan akan memberikan keberkahan kepada penduduk bumi. Tidak hanya kepada manusia tetapi juga kepada hewan, binatang, dan tumbuh-tumbuhan turut serta mengambil manfaatnya. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, kalau bukan karena binatang serta hewan niscaya Allah tidak akan menurunkan hujan ke permukaan bumi ini.

3. Adanya waktu atau saat-saat dikabulkannya do'a yang dipanjatkan kepada-Nya.


Lalu apa yang dilakukan seorang mu'min jika hujan turun?

a. Bergembira dengan turunnya hujan.

b. Membaca doa dengan ucapan: Allahumma shayyiban naafi'aa (Ya Allah berikanlah kepada kami hujan dengan air yang banyak lagi bermanfaat). (HR. Bukhari).

c. Setelah itu membaca doa: "Muthirnaa bifadhlillaahi warahmatih" (Hujan telah menyirami kami dengan keutamaan dan rahmat-Nya).(HR. Bukhari dan Muslim).

d. Memperbanyak doa saat turun hujan.

e. Berdo'a dengan ucapan "Allaahumma hawaalainaa walaa 'alainaa, allaahumma 'alal aakaami wazh zhiraabi wa buthuunil audiyati wa manaabitisy syajari" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan persyaratan hujan telah melampaui batas-batas kewajaran sehingga menimbulkan banjir dan bencana lainnya.

f. Disyariatkannya menjamak shalat-shalat fardhu seperti zhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya.

g. Diperbolehkannya untuk tidak hadir ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. 


Semoga hujan yang turun kepada kita membawa rahmat dan kasih sayang-Nya dan dijauhi dari bencana serta musibah yang disebabkan karenanya.  

-----------

Referensi:

1. Detiknews.

2. Kajian Ahad pagi ust. Abu Faris di MT. Asy Syakirin Cipondoh Tangerang. Tanggal 01/03/1434 H.

3. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani. Hisnul Muslim, hal. 106-107.


@Kamis, 5/3/1434 H. Pkl. 14.14 WIB.

PENGGUNAAN HARTA YANG SIA-SIA


Suatu hari sebelum shalat jamaah dimulai, saya melihat di dinding sebelah kiri pintu masuk mushalla, tertulis angka Rp. 12.800.000,-. Subhanallah, jumlah yang cukup besar dan tidak sedikit tentunya. Kira-kita jumlah sebanyak itu alokasinya untuk kegiatan apa ya?

Ternyata itu adalah total biaya untuk kegiatan tahunan yang diadakan di masyarakat khususnya di bulan Rabi'ul Awwal ini. Ya, bisa ditebak kegiatan itu tidak lain adalah perayaan maulid Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Angka di atas 10 juta tersebut adalah hasil perincian untuk keperluan kegiatan yang akan direncanakan seperti pembuatan stempel, komsumsi, dokumentasi, fotokopi, transport ustadz dan sebagainya.

Bayangkan uang sebanyak itu dikumpulkan dalam beberapa minggu dari warga masyarakat plus sebagian warga the Have (orang kaya) untuk kegiatan yang tidak ada sunnahnya sama sekali itu.

Itu uang yang terkumpul di satu RT (Rukun Kampung) tempat saya tinggal. Bagaimana jika seluruh RT yang ada dalam satu kelurahan mengadakan perayaan ini? Berapa jumlah uang yang terkumpul?

Mari kita coba menghitungnya?

Misalnya satu RT terkumpul dana rata-rata Rp. 10.000.000,- X 20 RT = Rp. 200.000.000,-. Subhanallah jumlah yang sangat fantastis. Itu kalau jumlahnya 10 juta dan 20 RT dan hanya  satu kelurahan, lalu bagaimana dengan kelurahan-kelurahan lainnya jika warganya mengadakan? Ditambah lagi jika mereka mengadakan peringatan-peringatan yang lain seperti Isra Mi'raj, Nuzulul Qur'an, pasti akan terkumpul jumlah yang begitu besar.


Namun patut disayangkan jumlah sebanyak itu untuk keperluan maulid, dengan demikian uang sejumlah itu akan menjadi sia-sia belaka menurut pandangan Allah. Loh kenapa sia-sia? Ya karena uang itu diperuntukan untuk kegiatan atau perayaan yang sama sekali Allah dan Rasul-Nya tidak perintahkan.

Coba sekiranya uang sebanyak itu dimanfaatkan untuk kegiatan sosial yang berfaedah bagi orang banyak seperti membantu fakir miskin, beasiswa bagi para pelajar, pembangunan sarana dan prasarana ibadah seperti masjid, mushalla, dan majelis ta'lim, itu akan jauh lebih bermanfaat dan pahalanya akan terus mengalir kepada para donaturnya.

Semoga Allah memperlihatkan kepada kita yang benar itu benar dan diberi kemudahan dalam mengikutinya serta memperlihatkan kepada  kita yang batil itu batil  dan diberikan kemudahan untuk menjauhinya. 

Dan Semoga Allah memberikan keberkahan pada harta kita dan diberi kemudahan dalam menginfakkannya di jalan Allah Jalla wa 'alaa. 


=========

Di tengah rintik-rintik hujan @ Kamis, 05/03/1434 H  - 17/01/2013 M. Pkl. 12. 58 WIB.