Senin, 31 Desember 2012

UCAPAN NATAL


Beberapa hari menjelang peringatan Natal, muncul peringatan dari ketua umum MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang mengharamkan seorang muslim untuk mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani. Setelah itu muncul beberapa pernyataan dari menteri tentang kebolehan mengucapkan Natal, disusul oleh beberapa tokoh organisasi terbesar di Indonesia. Bahkan salah seorang tokoh tersebut mengatakan,"Saya jamin aqidah mereka tidak akan luntur setelah mengucapkan Natal."

Subhanallah, betapa yakinnya orang ini menjamin aqidah seseorang. Sesuatu yang begitu fundamental dalam agama. Sesuatu yang hanya Allah yang mengetahuinya.

Setelah itu muncul pula komentar-komentar dari orang-orang awam khususnya di dunia maya. Banyak sekali komentar yang intinya ketidaksetujuan mereka terhadap  pernyataan petinggi MUI tersebut. Bahkan ada salah satu komentar yang amat sombong, "Kenapa harus dilarang, inikan masalah pribadi. Saya akan mempertanggungjawabkan perkataan saya di hadapan Tuhan."

Subhanallah kita katakan. Sungguh berani dia mengungkapkan hal ini, tidakkah dia takut dengan azab Allah yang begitu pedih! 

Lepas dari itu semua, yang perlu dicermati dan diperhatikan adalah siapa yang mengungkapkan kebolehan ucapan Natal tersebut? 

Agama Islam ini adalah agama dalil. Berdasarkan qoolallaah wa qoolarrasuul (ucapan Allah dan Rasul) dan pemahaman para sahabat yang mulia. Bukan berdasarkan hawa nafsu dan akal semata.

Siapapun orangnya, apapun pangkat dan kedudukannya, kalau perkataannya menyelisihi Allah dan Rasul-Nya (Al Qur'an & As Sunnah), maka wajib untuk ditolak. 

Imam Malik pernah mengatakan:
"Perkataan seseorang bisa diambil dan bisa ditinggalkan kecuali ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (wajib diterima)."

Mengucapkan Selamat Natal dan hari Raya kepada orang kafir hukumnya haram berdasarkan ijma "ulama. hal ini dikuatkan dengan perkataan Ibnu Qayyim rahimahullah ta'ala:

"Mengucapkan selamat atas hari raya yang menjadi ciri khas orang kafir hukumnya haram berdasarkan kesepakatan ulama. Seperti mengucapkan selamat atas hari raya mereka atau puasa mereka dengan mengatakan, Selamat Natal dan Tahun Baru masehi.....(Selamat Paskah, Selamat Waisak, Selamat nyepi, dsm)." kalaupun yang mengatakan tidak jatuh kepada kekafiran, tetap saja itu perbuatan haram yang setara dengan mengucapkan selamat kepada seseorang karena sujud kepada salib; bahkan ucapan selamat tadi lebih besar dosanya di sisi Allah dan lebih dimurkai-Nya daripada mengucapkan selamat kepada yang minum khamer atau membunuh orang lain, atau berzina, dan semisalnya. Namun banyak kalangan yang tidak menghargai agamanya, terjerumus dalam perbuatan yang sangat 'menjijikan' tersebut tanpa disadari.... Sebab barangsiapa mengucapkan selamat kepada seseorang yang berbuat maksiat, bid'ah, atau kekafiran berarti menjerumuskan dirinya kepada murka dan amarah Allah." (Disadur dari kitab Ahkaam Ahlidz Dzimmah)(www.muslim.or.id)

_____________________

@Yaum ats-Atsulaatsa, 18 Shafar 1434H / 01 januari 2013M. Pkl. 07.27 WIB



Minggu, 30 Desember 2012

MENJUAL TEROMPET


Ketika Anda keluar rumah atau bepergian ke suatu tempat, maka sepanjang jalan atau di suatu jalan yang kita lalui, ada saja para penjual yang sedang menjajakan barang dagangannya. Pedagangnya-pun spesial. Tidak lain mereka adalah para pedagang musiman yang kerap terlihat di setiap penghujung akhir tahun. Tidak lain mereka  adalah para pedagang terompet dengan berbagai rupa dan bentuknya. Terkadang mereka sudah mulai berdagang sejak seminggu yang lalu.

Lalu bagaimana hukum menjual peralatan-peralatan untuk memeriahkan perayaan pergantian tahun baru tersebut? Para ulama berpendapat, ini merupakan salah satu bentuk tolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. Hal ini berdasar kepada ayat Al Qur'an.

"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (QS. Al Maidah: 2).

Ayat di atas sungguh sangat jelas redaksinya. Yakni pelarangan dalam bertolong-menolong dalam dosa dan pelanggaran. 

Dengan menjual terompet atau peralatan yang mendukung perayaan tahun baru tersebut, berarti para pedagang telah saling bahu- membahu dalam kemaksiatan kepada Allah.

Jadi, bagi para pedagang, hindarilah menjual peralatan-peralatan ini, karena hasil penjualannya-pun tidak halal untuk dimakan atau minimal subhat (sesuatu yang meragukan). Sementara sebagai seorang muslim haruslah menjauhi perkara subhat sejauh-jauhnya.

Jangan mencari rizki dengan cara memaksiati Allah, Sang Pemberi Rizki. Carilah pendapatan dari yang lain, yang tentunya jelas kehalalannya. Insya Allah rizki kita menjadi berkah.

Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua.

______________

@Yaumul Itsnain, 17 Shafar 1434 H/ 31 Desember 2012 M. Pkl. 10. 40 WIB.

PERAYAAN TAHUN BARU


Beberapa jam lagi, pergantian tahun 2012 ke tahun 2013 akan segera berlangsung. Di sana-sini orang mempersiapakan diri dan keluarga menyambut tahun baru tersebut. Berbagai aksesoris dipersiapkan untuk itu, mulai dari terompet, balon gas, mercon (petasan) sampai kembang api. Namun ironisnya, yang terlibat di dalamnya sebagian besar adalah saudara-saudara kita kaum muslimin. Mulai dari pejabat sampai rakyat jelata. Sungguh sangat disayangkan dan hal seperti ini terjadi dari tahun ke tahun. Musibah.

Keterlibatan mereka di dalamnya memang kita yakini ini adalah kekurangpahaman mereka tentang hukum merayakan tahun baru. Yang perlu dipahami bahwa perayaan-perayaan seperti ini sama sekali sekali bukan berasal dari ajaran agama kita, Islam. Tetapi ini adalah kebiasaan orang-orang non-muslim.

Perayaan yang diperbolehkan dalam Islam hanya ada pada dua hari raya, Idul Fithri dan Idul Adha. Tidak pada yang lain. Juga tidak pada pergantian tahun baru Hijriyah, apalagi pergantian tahun Masehi. Sama sekali tidak pernah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Karenanya kepada kaum muslimin yang terbiasa merayakan perayaan-perayaan seperti ini, kembalilah kepada ajaran Islam yang benar. Ikuti qudwah (contoh) kita dalam beragama yakni Rasulullah, tidak mengikuti kebiasaan orang yang di luar Islam, karena ini termasuk tasyabbuh (penyerupaan) perilaku  suatu kaum. Dan penyerupaan seperti ini haram hukumnya.

"Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia sama seperti mereka." (HR. Ahmad).

Disamping tasyabbuh, perayaan-perayaan seperti ini juga akan melahirkan sifat boros dalam penggunaan harta. Pemborosan terjadi ketika membeli aksesoris atau apapun yang mendukung perayaan tersebut. Sementara boros adalah suatu hal yang dilarang agama dan termasuk perilaku syaitan yang perlu dijauhi. Dan ingat, harta yang kita keluarkan kelak akan ditanya oleh Allah di Hari Kiamat kelak. Manfaatkan harta di jalan Allah, tidak untuk pemborosan dan maksiat kepada-Nya.

______________________

@Yaumul Itsnain, 17 shafar 1434 H/31 Desember 2012 M. Pkl. 09.45 WIB.

Minggu, 23 Desember 2012

BOLEHKAH TAKUT KEPADA SYETAN?


Takut merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh manusia.  Namun ketakutan seperti apa yang diperbolehkan dan yang tidak? Dan siapakah manusia yang paling takut itu?

Pada dasarnya ketakutan itu hanyalah kepada Allah. Namun ada ketakutan yang masih bisa ditoleril atau diperbolehkan dalam Islam, seperti  takutnya seseorang kepada binatang buas; harimau, singa, buaya, kalajengking,  serta takutnya seseorang kepada perompak, pencuri, penjambret dan sebagainya. Para ulama menyebut ketakutan seperti ini adalah ketakutan thabi'i atau tabiat (manusia). Dan ini adalah sesuatu yang tidak terlarang. 


Lalu bagaimana dengan ketakutannya seseorang yang berjalan di tengah malam karena melewati pemakaman, rumah, atau pohon yang dianggap angker oleh sebagian manusia? Atau takut bangun di tengah malam, karena baru saja dtinggal mati oleh salah seorang keluarganya, atau takut karena tetangganya baru saja meninggal dalam keadaan hamil. Apakah ketakutan ini diperbolehkan?

Inilah bentuk contoh ketakutan yang dilarang dan bisa jatuh kepada kesyirikan. Wal 'iyaadzu billaah!


Lalu siapakah manusia yang paling takut kepada Allah? Inilah jawabannya!




 3 $yJ¯RÎ) Óy´øƒs ©!$# ô`ÏB ÍnÏŠ$t6Ïã (#às¯»yJn=ãèø9$# 3    

"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara  hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama."  (QS. Faathir: 28).

Lalu apa perbedaan takut yang thabi'i dengan takut kepada Allah?

Jika seseorang takut yang  thabi'i maka dia harus menghindari dari bahaya tersebut. Seperti seorang yang takut kepada seekor singa, maka dia harus menjauhinya, agar tidak diterkam. Sedangkan jika seseorang takut kepada Allah, maka dia harus mendekat (taqarrub) sedekat-dekatnya kepada-Nya dengan melakukan amalan-amalan  shalih yang diperintahkan.

Lalu bagaimana caranya agar kita tidak takut kepada syetan dan bangsa jin lainnya? Sedikitnya ada 3 cara agar tumbuh keberanian kepada syetan:

1. Memperbanyak dzikir kepada Allah.
2. Memperbanyak ibadah kepada Allah.
3. Menjauhi segala bentuk kemaksiatan kepada Allah.

Semoga kita bisa menjadi hamba-hamba yang takut kepada Allah, takut akan siksa dan azab-Nya di akhirat kelak. 

_____________________

Maraji':

1. Kajian Ust. Abu Haidar as-Sundawi. Jum'at sore di radio Rodja. Tanggal 7 Shafar 1434 H (kajian ulangan).


@Ahad, 10 Shafar 1434 H.Pkl.  21.00 WIB.

Sabtu, 22 Desember 2012

DUNIA DAN AKHIRAT SEIMBANG?


Pada Jum'at yang lalu, seorang khatib mengakhiri khutbahnya dengan mengatakan, "kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dan akhirat."

Kalimat ini mungkin sering kita dengar, bukan hanya saya saja mungkin. Yang mengatakan seperti ini tidak hanya orang awan saja, tetapi orang yang dianggap alim, seperti ustadz di atas dan para ustadz yang ada di masyarakat lainnya pernah mengatakan ungkapan ini. Tapi benarkah ungkapan kita harus membagi permasalahan dunia dan akhirat setengah-setengah alias fifty:fifty (50:50)? 

Yang perlu dipahami, kehidupan dunia dan akhirat sungguh sangat jauh berbeda, dunia itu bersifat sementara sedangkan akhirat itu abadi (kekal).

Kalau dikatakan kita harus membagi dunia akhirat seimbang, itu sesuatu yang tampaknya berlebihan dan tidak berdasarkan fakta. Fakta sesungguhnya justeru kebanyakan dunia lebih diutamakan orang ketimbang akhirat. Apa buktinya?

Coba kita hitung! Waktu dalam sehari semalam yang kita ketahui adalah 24 jam. Kita tanyakan kepada yang berkata kita harus seimbang dunia-akhirat, "Apakah Anda beribadah kepada Allah, seperti shalat dan yang lainnya selama 12 jam non-stop, dimulai dari jam 06.00 pagi - 06.00 sore, atau dari jam 12.00 malam - 12.00 siang, atau sebaliknya?"

Kenyataannya tidak. Apa faktanya? Ibadah wajib yang kita lakukan sehari semalam berupa shalat lima waktu. Jika kita hitung setiap shalat yang kita tunaikan selama 10 menit, berarti 50 menit saja kita menghadap Allah dalam shalat kita. Di mana sisanya dari 12 jam tadi? Sisanya tidak lain dimanfaatkan untuk kepentingan dunia. Apa contohnya? Bekerja, tidur, makan minum, bermain, mengobrol, dan sebagainya. Bukankah itu urusan dunia? Belum lagi orang yang tidak pernah melaksanakan kewajiban, seluruh waktunya hanya untuk kepentingan dunia saja.

Orang yang mengatakan harus ada keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat sangat bertentangan dengan beberapa ayat berikut.

"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al-A'laa: 17)

"Dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)." (QS. Adh-Dhuha: 4)

Dua dalil di atas sudah sangat jelas tentang keutamaan akhirat ketimbang alam dunia. Jadi, kita harus melebihkan kehidupan akhirat daripada dunia. Tetapi kita-pun jangan hanya mengkhususkan akhirat saja sementara dunia dilupakan, seperti tidak mau menikah, bekerja, bergaul, dan sebagainya. Yang diinginkan hanyalah mengasingkan diri di hutan atau di tempat tertentu dan menghindari diri dari keramaian masyarakat. Ini salah besar. Perbuatan seperti ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang sufi. Bagaimana caranya yang benar? Inilah tuntunan Allah dalam Al Qur'an .

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash: 77)



_______________________

Sabtu, 8 Shafar 1434 H. Pkl. 16.45 WIB.











Sabtu, 15 Desember 2012

TIPS SHALAT KHUSYU'


Shalat adalah ibadah agung. Dia adalah amalan yang pertama kali dihisab nanti. Amalan yang perintahnya diterima langsung Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melalui perjalanan Isra dan Mi'raj beliau. 

Mengingat begitu agungnya ibadah ini, banyak orang berusaha untuk shalat dengan khusyu'. Khusyu' dalam shalat  adalah sebuah keniscayaan. Orang yang khusyu' dalam shalatnya adalah ciri-ciri orang yang beruntung.

Allah berfirman:


ôs% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ   tûïÏ%©!$# öNèd Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ  

"Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam shalatnya." (QS. al Mukminun: 1-2).

Dalam permasalahan ini, ada banyak hadits yang memotivasi kita untuk khusyu' dalam shalat, di antaranya:

"Tidaklah seorang muslim didatangi oleh (waktu) shalat fardhu, kemudian dia memperbaiki wudhu untuk shalat fardhu itu, memperbaiki kekhusyu'an (di dalam)nya, dan memperbaiki ruku' (saat melaksanakan)nya, melainkan semua itu akan menjadi penebus bagi dosa-dosanya yang telah lalu, sepanjang dia tidak melakukan dosa besar; dan hal itu (penebus dosa) (berlaku) selama-lamanya." (HR. Muslim).

"Hal pertama yang kalian rasa hilang dari agama kalian adalah khusyu'. Dan hal terakhir yang kalian rasa hilang dari agama kalian adalah shalat. Sesungguhnya kalian benar-benar akan melepaskan pokok-pokok dalam agama Islam satu demi satu." (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam mushannafnya, Hakim dalam Mustadraknya. Hakim menilainya shahih dan disepakati adz-Dzahabi).

Karenanya, banyak saudara-saudara kita yang telah mengikuti berbagai macam pelatihan, seminar, workshop tentang kiat menuju shalat yang khusyu'. Biayapun tentunya tidak sedikit yang dikeluarkan. Padahal para ulama telah memberikan sejumlah kiat-kiat agar shalat khusyu', di antaranya sebagai berikut:

1. Memahami apa yang dibaca. Shalat itu adalah amalan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Seluruh bacaan yang ada seoptimal mungkin bisa dipahami oleh orang yang shalat.

2.  Selalu harus merasa dalam keadaan muraqabatullah (pengawasan Allah). Allah adalah zat yang selalu mengawasi seluruh hamba-Nya di seluruh alam yang Dia ciptakan. Allah tidak pernah tidur dan mengantuk. Karena keduanya adalah sifat manusia. Seluruh ciptaannya berada dalam pengawasan-Nya. Ketika shalat hendaklah ditanamkan dalam diri seolah-olah kita melihat Allah. Jika tidak (memang tidak akan mungkin Allah dilihat di dunia ini) maka sesungguhnya Dia melihat kita. Jika ditanamkan sifat ini niscaya kita akan selalu berhati-hati dalam bertindak, karena jika salah sedikit saja Allah pasti mencatat.

3. Jadikan shalat yang sedang ditunaikan itu menjadi shalat yang terakhir bagi dirinya. Bayangkan seandainya ini menjadi suatu kenyataan, artinya besok seseorang akan menghadap Allah dan shalat yang sedang dikerjakan adalah shalat yang terakhir kalinya. Tentunya dia berusaha memahami dengan benar apa yang dia baca. Bandingkan dengan keadaan seorang yang telah diponis bahwa umurnya tinggal tersisa seminggu lagi (padahal membatasi usia seseorang adalah hanya milik Allah), apa yang akan dia kerjakan? Pasti dia akan menjalani sisa hidupnya dengan seefektif mungkin. Tidak ada waktu yang tersia-siakan. Seluruhnya bermanfaat. Mulai dari detik ke menit, dari menit ke jam dilalui dengan kehati-hatian dan dia  berusaha semaksimal mungkin menghiasinya dengan amalan shalih. Bukankah demikian? 

Itulah 3 tips atau kiat dalam rangka menuju shalat yang khusyu'. Semoga Allah menjadikan shalat-shalat yang akan kita tunaikan, baik yang fardhu maupun yang sunnah dapat kita jalankan dengan khusyu' sehingga akan mendapatkan pahala yang sempurna dari Allah ta'aalaa.
____________________________

Referensi:

1. Kajian Ahad pagi ust. Hamzah Abbas  tanggal 2 Shafar 1434 H di MT. asy-Syakirin  Cipondoh Tangerang.
2. Dr. Qasim bin Shalih al-Fahd. Menyingkap Makna Shalat.
3. Ali at-Thanthawi. Menuju Shalat Khusyu'.




@Ahad, 2 Shafar 1434 H. Pkl. 14.22 WIB.

ORANG YANG PELIT


Apa kira-kira pendapat Anda tentang orang yang bakhil atau pelit itu? Pasti jawaban Anda berbeda-beda. Ada yang mengatakan orang pelit adalah orang yang tidak suka memberi kepada orang lain. Orang pelit adalah orang yang tidak mau harta miliknya berkurang dengan sebab dibagikan kepada orang lain. Dan sebagainya.

Menurut kamus bahasa Indonesia pelit adalah orang yang tidak suka memberi sedekah. Tapi dalam terminologi hukum Islam, bakhil atau pelit adalah sebagai berikut:

"Orang yang pelit adalah orang yang ketika disebut namaku di sisinya, maka dia tidak bershalawat kepadaku." (HR. at-Tirmidzi. Lihat Shahih at-Tirmidzi 3/177).

Jadi, pengertian pelit di sini, jika nama Nabi Muhammad disebut di sisi seseorang, maka orang tersebut tidak mengucapkan shalawat kepada beliau. Inilah makna pelit atau bakhil yang dimaksud. 

Sebenarnya seberapa pentingkah shalawat itu sehingga seseorang bisa dijuluki si pelit jika nama Nabi yang mulia disebut, dia diam saja?

Shalawat adalah amalan shaleh dan termasuk dzikir yang diperintahkan. Mengucapkannya terhitung ibadah di sisi-Nya. Bahkan Allah telah memerintahkan kaum mukminin untuk bershalawat kepada Nabi.

Firman  Allah Azza wa Jalla:


¨bÎ) ©!$# ¼çmtGx6Í´¯»n=tBur tbq=|Áムn?tã ÄcÓÉ<¨Z9$# 4 $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#q=|¹ Ïmøn=tã (#qßJÏk=yur $¸JŠÎ=ó¡n@ ÇÎÏÈ  

"Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS. al Ahzab: 56).

Lalu bagaimana shalawat yang benar itu? Mengingat di masyarakat banyak sekali shalawat-shalawat yang bertebaran. Sebut saja shalawat Nariyah, Badriyah, dan sebagainya. Yang mana yang benar?

Dahulu para sahabat pernah bertanya bagaimana cara shalawat kepada beliau. Rasul lalu menjawab dengan membaca: Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad 
kamaa shallaita 'alaa Ibraahiim wa 'alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidun majiid. Allahumma baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa aali Muhammad, kamaa baarakta 'alaa Ibraahiim wa 'alaa aali Ibraahiim innaka hamiidun majiid. (HR. Bukhari).

Diantara lafadz shalawat yang lain adalah seperti yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka:

Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'alaa azwaajihii wa dzurriyyaatihii, kamaa shallaita 'alaa aali Ibraahiim, wa baarik 'alaa Muhammad wa 'alaa azwaajihii wa dzurriyyaatihii, kamaa baarakta 'alaa aali Ibraahiim innaka hamiidun majiid.


Nah, inilah di antara shalawat-shalawat yang diajarkan Nabi dan kita diperintahkan untuk membacanya, baik di dalam shalat, maupun di luar shalat. Dan membacanya akan mendapatkan pahala. Sedangkan jika kita mengamalkan shalawat nariyah, badriyah, dan yang lainnya, apalagi dibaca dalam shalat, maka bisa dipastikan shalat kita tidak sah dan tidak akan diterima Allah, sekaligus akan mendapatkan dosa di sisi-Nya. Wal 'iyaadzu billaah.

Bayangkan manusia sekaliber para sahabat saja bertanya bagaimana cara bershalawat yang benar, eh, justeru orang-orang sekarang yang keilmuannya sangat jauh dibandingkan para sahabat yang mulia, membuat-buat shalawat-shalawat yang baru.

Siapa yang lebih fasih bahasa Arabnya dibandingkan dengan Abu Bakar, Umar, Zaid dan sahabat lainnya, tetapi mereka tidak membuat shalawat yang baru seperti Bakriyyah, Umariyyah, Zaidiyyah dan sebagainya. Cukuplah shalawat-shalawat yang Nabi ajarkan, tidak dengan yang baru, yang dibuat-buat orang zaman sekarang.

Pahala bagi orang yang membaca shalawat.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak sepuluh kali." (HR. Muslim 1/288).

" Barangsiapa yang bershalawat kepadaku 1 kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali , menghapus dengannya 10 kesalahan, dan mengangkat dengannya 10 derajat." (HR. Ahmad, an-Nasai', Ibnu Hibban, dan al-Hakim, dia berkata: isnadnya shahih).

"Barangsiapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah dan para malaikatnya akan bershalawat kepadanya sebanyak 70 kali." (HR. Ahmad, dengan sanad hasan, mauquf).

Makna Allah akan bershalawat kepada orang yang bershalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menurut pendapat para ulama adalah Allah akan memberikan rahmat kepada hamba yang bershalawat kepada Nabi tersebut. Sedangkan shalawat para malaikat kepada seorang hamba yang bershalawat kepada Nabi adalah berupa permohonan ampun kepada Allah.

Kapan waktunya kita diperintahkan untuk bershalawat kepada Nabi?

Ada beberapa tempat diperintahkannya shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, diantaranya:
  • Ketika duduk tahiyat dalam shalat.
  • Setelah mendengar adzan.
  • Ketika nama Nabi Muhammad shallallahu 'alihi wa sallam disebut.
  • Pada hari Jum'at.
Tidak ingin disebut pelit, bershalawatlah ketika nama Nabi disebut orang lain di hadapan kita! Kapanpun dan dimanapun (kecuali di tempat yang terlarang) kita, insya Allah shalawat-shalawat yang dibaca akan sampai kepada beliau.

"Janganlah kalian jadikan kuburku sebagai tempat perayaan dan bershalawatlah kepadaku, karena shalawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada." (HR. Abu Daud 2/218, Ahmad 2/367, dan dishahihkan oleh al-Albani dalam shahih Abu Daud 2/383).

Orang yang banyak membaca shalawat, dialah manusia utama dan akan mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam pada Hari Kiamat kelak.

"Sesungguhnya manusia utama pada Hari Kiamat, mereka yang banyak bershalawat kepadaku." (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
____________________

Referensi:

1. Sa'id bin Ali Wahf al-Qahthani. Hisnul Muslim.
2. Majalah al-Bayan. Huquuqun Nabiyyi shallallahu 'alaihi wa sallam bainal ijlaal wal ikhlaal.
3. Al Hafizh Abi Muhammad Syarafuddin 'Abdul Mu'min bin Khalaf ad-Dimyathi. Al Matjr Ar-Raabih.

Yaumul Ahad, 2 Shafar 1434 H. Pkl. 09.00 WIB.