Rabu, 17 April 2013

ABU THALIB MATI DALAM KEADAAN KAFIR


Pada Jum'at yang lalu, tanggal 12 April 2013, seorang khatib dengan semangat yang menggebu-gebu menguraikan jenis-jenis kekufuran dalam khutbahnya. Namun ada satu perkataan khatib yang membuat hati ini merasa gundah, apa pasalnya? Sang khatib mengatakan  bahwa Abu Thalib (paman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam) termasuk yang mati dalam kekafiran, tidak sempat mengucapkan syahadat. Namun tidak sampai disitu ucapannya.

Setelah kematiannya, Rasulullah  menziarahi kuburnya, Nabi memohon kepada Allah agar dibukakan kuburnya Abu Thalib, maka terbukalah kubur tersebut, lalu muncullah Abu Thalib yang setelah itu  dapat mengucapkan dua kalimah Syahadat, Asyhadu anlaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan Rasulullaah. 
 
Perkataan yang sungguh sangat aneh bukan?
 
Sungguh perkataan khatib ini membuat hati penulis kaget, sungguh berani sang khatib ini mengungkapkan suatu perkataan yang berbahaya bagi umat ini. Karena perkataan sang khatib ini adalah suatu pembenaran bahwa Abu Thalib masuk Islam, walaupun setelah kematiannya.
 
Kematian Abu Thalib sudah sangat jelas, dia mati dalam keadaan kafir dan ini merupakan keyakinan Ahlussunnah. Fakta berupa dalil-dalil al Qur'an dan As-Sunnah telah menyebutkan: 
 
“Dari Sa’id bin Musayyab, dari bapaknya (Musayyab bin Hazn), dia berkata: Tatkala (tanda) kematian datang kepada Abu Thalib, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya. Beliau mendapati Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah berada di dekatnya. Lalu beliau berkata: “Wahai pamanku, katakanlah Laa ilaaha illa Allah, sebuah kalimat yang aku akan berhujjah untukmu dengannya di sisi Allah!” Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah menimpali,”Apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muththalib?” Rasulullah  terus-menerus menawarkan itu kepadanya, dan keduanya juga mengulangi perkataan tersebut. Sehingga akhir perkataan yang diucapkan Abi Thalib kepada mereka, bahwa dia berada di atas agama Abdul Muththalib. Dia enggan mengatakan Laa ilaaha illa Allah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,”Demi Allah, aku akan memohonkan ampun untukmu selama aku tidak dilarang darimu,” maka Allah menurunkan (ayat-Nya) “Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik” –QS at Taubat/9 ayat 113- Dan Allah menurunkan (ayat-Nya) tentang Abu Thalib “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya”. –QS al Qashash/28 ayat 56″. [HR. Al Bukhari, no. 4772; Muslim, no. 24]
 
Dalam riwayat Imam Muslim disebutkan, waktu itu Abu Thalib menjawab dengan perkataan:
 
“Seandainya suku Quraisy tidak akan mencelaku, yaitu mereka akan mengatakan: “Sesungguhnya yang mendorongnya (Abu Thalib) mengatakan itu hanyalah kegelisahan (menghadapi kematian),” sungguh aku telah menyenangkanmu dengan kalimat itu”. [Hadits shahih riwayat Muslim, no. 25].
 
Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh berkata:
Dan di antara hikmah ar Rabb (Sang Penguasa, Allah) Ta’ala tidak memberi petunjuk kepada Abu Thalib menuju agama Islam, agar Dia menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya bahwa (petunjuk menuju Isalm) itu hanya hak Allah, Dia-lah Yang Berkuasa, siapa saja selain-Nya tidak berkuasa. Jika Nabi -yang merupakan makhluk-Nya yang paling utama- memiliki sesuatu (hak, kekuasaan) memberi hidayah hati, menghilangkan kesusahan-kesusahan, mengampuni dosa-dosa, menyelamatkan dari siksa, dan semacamnya, maka manusia yang paling berhak dan paling utama mendapatkannya adalah pamannya, yang dahulu melindunginya, menolongnya, dan membelanya. Maka Maha Suci (Allah) yang hikmah-Nya mengagumkan akal-akal (manusia), dan telah membimbing hamba-hambaNya menuju apa yang menunjukkan kepada mereka terhadap ma’rifah (pengenalan) dan tauhid (pengesaan) kepada-Nya, dan mengikhlas-akan serta memurnikan seluruh amal hanya untuk-Nya”.
        [Fathul Majid, Penerbit Dar Ibni Hazm, hlm. 191-192.]
 
 
 
Sumber:
 
Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun X/1427H/2006M
 
 
______________
Jakarta al Gharbiyyah, 06/06/1434 H ---- 17 April 2013 M. Pkl. 14.14 WIB.