Sabtu, 22 Desember 2012

DUNIA DAN AKHIRAT SEIMBANG?


Pada Jum'at yang lalu, seorang khatib mengakhiri khutbahnya dengan mengatakan, "kita harus menyeimbangkan antara kehidupan dan akhirat."

Kalimat ini mungkin sering kita dengar, bukan hanya saya saja mungkin. Yang mengatakan seperti ini tidak hanya orang awan saja, tetapi orang yang dianggap alim, seperti ustadz di atas dan para ustadz yang ada di masyarakat lainnya pernah mengatakan ungkapan ini. Tapi benarkah ungkapan kita harus membagi permasalahan dunia dan akhirat setengah-setengah alias fifty:fifty (50:50)? 

Yang perlu dipahami, kehidupan dunia dan akhirat sungguh sangat jauh berbeda, dunia itu bersifat sementara sedangkan akhirat itu abadi (kekal).

Kalau dikatakan kita harus membagi dunia akhirat seimbang, itu sesuatu yang tampaknya berlebihan dan tidak berdasarkan fakta. Fakta sesungguhnya justeru kebanyakan dunia lebih diutamakan orang ketimbang akhirat. Apa buktinya?

Coba kita hitung! Waktu dalam sehari semalam yang kita ketahui adalah 24 jam. Kita tanyakan kepada yang berkata kita harus seimbang dunia-akhirat, "Apakah Anda beribadah kepada Allah, seperti shalat dan yang lainnya selama 12 jam non-stop, dimulai dari jam 06.00 pagi - 06.00 sore, atau dari jam 12.00 malam - 12.00 siang, atau sebaliknya?"

Kenyataannya tidak. Apa faktanya? Ibadah wajib yang kita lakukan sehari semalam berupa shalat lima waktu. Jika kita hitung setiap shalat yang kita tunaikan selama 10 menit, berarti 50 menit saja kita menghadap Allah dalam shalat kita. Di mana sisanya dari 12 jam tadi? Sisanya tidak lain dimanfaatkan untuk kepentingan dunia. Apa contohnya? Bekerja, tidur, makan minum, bermain, mengobrol, dan sebagainya. Bukankah itu urusan dunia? Belum lagi orang yang tidak pernah melaksanakan kewajiban, seluruh waktunya hanya untuk kepentingan dunia saja.

Orang yang mengatakan harus ada keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat sangat bertentangan dengan beberapa ayat berikut.

"Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal." (QS. Al-A'laa: 17)

"Dan Sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan)." (QS. Adh-Dhuha: 4)

Dua dalil di atas sudah sangat jelas tentang keutamaan akhirat ketimbang alam dunia. Jadi, kita harus melebihkan kehidupan akhirat daripada dunia. Tetapi kita-pun jangan hanya mengkhususkan akhirat saja sementara dunia dilupakan, seperti tidak mau menikah, bekerja, bergaul, dan sebagainya. Yang diinginkan hanyalah mengasingkan diri di hutan atau di tempat tertentu dan menghindari diri dari keramaian masyarakat. Ini salah besar. Perbuatan seperti ini tidak jauh berbeda dengan orang-orang sufi. Bagaimana caranya yang benar? Inilah tuntunan Allah dalam Al Qur'an .

"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan." (QS. Al-Qashash: 77)



_______________________

Sabtu, 8 Shafar 1434 H. Pkl. 16.45 WIB.