Rabu, 16 Januari 2013

MENYIKAPI HUJAN YANG TURUN


Hujan, hujan dan hujan. Itulah keadaan yang sedang dialami warga Jakarta khususnya dan penduduk negeri ini umumnya.

Itulah rahmat yang Allah berikan kepada umatnya. Kok bisa dikatakan rahmat sementara saudara-saudara kita saat ini terkena banjir di beberapa wilayah di Jakarta dan sekitarnya, hingga tempat seseteril Istana Negara sekalipun tidak luput terkena dampaknya (berita Pkl. 10.15 WIB, banjir di sana hingga setinggi betis).

Ya, hujan akan menjadi rahmat jika kita melihatnya dari kaca mata diin (agama) kita. Karena apabila kita melihat dari sudut pandang ini, maka semuanya akan membawa kepada kebaikan. 

Terkadang orang melihat satu peristiwa yang terjadi, seperti banjir yang melanda kota atau desa dengan menyalahkan alam, cuaca, dan waktu. Padahal mengecam, mencela, dan menyalahkan itu semua sama saja dengan menghina Sang Pencipta. Karena sang pemilik waktu, cuaca itu tidak lain adalah Allah subhanahu wa ta'ala. 

Seorang mu'min akan memandang turunnya hujan itu dengan pemahaman sebagai berikut:

1. Hujan adalah bukti dari tanda-tanda kekuasaan Allah.

2. Hujan akan memberikan keberkahan kepada penduduk bumi. Tidak hanya kepada manusia tetapi juga kepada hewan, binatang, dan tumbuh-tumbuhan turut serta mengambil manfaatnya. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan, kalau bukan karena binatang serta hewan niscaya Allah tidak akan menurunkan hujan ke permukaan bumi ini.

3. Adanya waktu atau saat-saat dikabulkannya do'a yang dipanjatkan kepada-Nya.


Lalu apa yang dilakukan seorang mu'min jika hujan turun?

a. Bergembira dengan turunnya hujan.

b. Membaca doa dengan ucapan: Allahumma shayyiban naafi'aa (Ya Allah berikanlah kepada kami hujan dengan air yang banyak lagi bermanfaat). (HR. Bukhari).

c. Setelah itu membaca doa: "Muthirnaa bifadhlillaahi warahmatih" (Hujan telah menyirami kami dengan keutamaan dan rahmat-Nya).(HR. Bukhari dan Muslim).

d. Memperbanyak doa saat turun hujan.

e. Berdo'a dengan ucapan "Allaahumma hawaalainaa walaa 'alainaa, allaahumma 'alal aakaami wazh zhiraabi wa buthuunil audiyati wa manaabitisy syajari" (HR. Bukhari dan Muslim). Dengan persyaratan hujan telah melampaui batas-batas kewajaran sehingga menimbulkan banjir dan bencana lainnya.

f. Disyariatkannya menjamak shalat-shalat fardhu seperti zhuhur dengan Ashar atau Maghrib dengan Isya.

g. Diperbolehkannya untuk tidak hadir ke masjid untuk melaksanakan shalat berjamaah. 


Semoga hujan yang turun kepada kita membawa rahmat dan kasih sayang-Nya dan dijauhi dari bencana serta musibah yang disebabkan karenanya.  

-----------

Referensi:

1. Detiknews.

2. Kajian Ahad pagi ust. Abu Faris di MT. Asy Syakirin Cipondoh Tangerang. Tanggal 01/03/1434 H.

3. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al Qahthani. Hisnul Muslim, hal. 106-107.


@Kamis, 5/3/1434 H. Pkl. 14.14 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar